Prof. Bambang Setiaji

Rektor Univ Muhammadiyah Surakarta

More About Me...

Lahir di Pacitan, 24 Desember 1956 dari pasangan ibu bernama Tentrem dan ayah bernama Harsono (alm) seorang guru dan Kepala Sekolah SD Tulakan Pacitan. Kakek juga seorang guru dan kepala sekolah dengan gaya pendidikan warisan pemerintahan kolonial yang khas.

Assalamu' alaikum..

Selamat datang di website ini. Blog ini berisi gagsan kami yg dipublikasi di koran, buku, dan bahan kuliah. Web ini dibuat oleh keponakan saya Bukhori, saya ucapkan terima kasih atas bantuannya. Selamat menjelajah!

Ekonomi TKW


Prof Bambang Setiaji (26/06/2007)
Kita tersentak oleh kasus Ceriyati akhir-akhir ini.Blow up media massa berhasil menarik perhatian pemerintah kedua belah pihak, baik Malaysia dan Indonesia serta perhatian PJTKI. Ceriyati menerima berkah dengan mendapatkan berbagai santunan. Padahal, lebih dari seribu kasus menimpa TKI antara lain gaji tak dibayar, pelecehan seksual, penganiayaan, kecelakaan kerja, PHK, sakit, putus komunikasi, dan tindakan kriminal. Pengiriman TKI dan khususnya TKW yang sering bermasalah merupakan dilema.



Di satu sisi, pemerintah sering dituding kurang melindungi TKW yang bekerja di luar negeri, di sisi lain penghasilan TKW yang dikirim kembali ke Tanah Air diperkirakan Rp60 triliun (data tahun 2006), merupakan ekspor jasa yang signifikan. Ditambah lagi pengangguran yang tinggi dan ketiadaan kesempatan kerja di dalam negeri karena masih lesunya industri dan investasi sejak krisis ekonomi, maka TKW merupakan pintu keluar yang sangat penting.

Jumlah penempatan kerja luar negeri yang legal diperkirakan hampir setengah juta orang, belum ditambah tenaga kerja ilegal. Keringat dan air mata TKW dalam memperoleh dolar dapat digunakan untuk mengimpor segala macam barang baik esensial maupun barang mewah yang kini kerannya dibuka dalam era politik dan ekonomi liberal.TKW tentunya juga berandil dalam menyediakan valuta asing untuk ikut membayar utang luar negeri dengan ikut mengendurkan tekanan permintaan di pasar valuta asing.

Politik ekonomi TKW merupakan subbagian politik ekonomi umum, di mana pemerintah melakukan intervensi minimum, membiarkan pasar bebas, kapital memainkan fungsinya memaksimalkan pendapatan dengan batasan yang lemah mengenai lingkungan dan perlindungan kepada sumber daya manusia. Titik tekan kepada return dan memandang SDM, khsusnya TKW sebagai input,melahirkan kebijakan yang steril.

Ceriyati memang mungkin bisa dibilang perkecualian karena memperoleh perhatian yang berlebihan yang sebenarnya justru menunjukkan adanya muatan advertise. Dalam kasus ini mestinya yang bekerja adalah peraturan perlindungan dan berbagai asuransi yang dirancang oleh negara dan bukan derma yang bernuansa advertise. Iklan memang ada yang jujur, tetapi dalam banyak kasus dan terutama dalam kasus ini diduga lebih bertujuan kepada pembentukan image. Image lebih penting daripada kebijakan menyeluruh dan mendasar. Akibatnya, dapat dirasakan sebagai kebijakan kulit luar.

Perubahan Kebijakan

Permasalahan TKW sudah diindentifikasi dan diketahui secara umum, misalnya mengapa yang dikirim pembantu rumah tangga dan bukan tenaga yang relatif terdidik seperti perawat rumah sakit, perawat orangtua, dan perawat bayi. Indonesia memiliki peluang menjadi supplier perawat untuk mengurangi citra sebagai negara supplier pembantu.

Namun, tidak berarti profesi pembantu bisa diabaikan, kita harus memandang profesi ini sebagai sesuatu yang mulia sama dengan profesi yang lain. Pandangan yang miring harus diluruskan dengan memberi sentuhan profesional kepada profesi ini. Kasus penzaliman TKW sebenarnya tidak terlalu banyak dibandingkan dengan jumlah TKW yang besar (hanya dua permil). Mereka umumnya ditempatkan ke negara yang lebih maju dan keberadaban umumnya berimpit dengan kemajuan suatu negara.

Kasus penganiayaan dan perlindungan yang lemah bisa jadi lebih besar yang ada di dalam negeri. Namun, TKW adalah news. Menempatkan tenaga kerja sebagai pembantu rumah tangga walaupun sebenarnya merupakan pekerjaan mulia memberi image bangsa tertentu.Yang membuat citra buruk tidak terletak pada bagaimana profesi pekerjaan dijalankan, tetapi sebenarnya terletak dari sikap feodal yang belum lenyap di negara kita, dan di beberapa negara tempatan.

Seandainya TKW bekerja sebagai PSK yang sebenarnya merupakan profesi yang lebih rendah, malahan tidak menjadi sorotan. Untuk itu, yang diperlukan sekarang adalah perlindungan yang lebih baik dan perlunya mengangkat pekerjaan rumah tangga menjadi lebih terhormat. Pemerintah memang perlu lebih kreatif dan tidak bisa menjalankan cara-cara konvensional. Pengiriman TKW bisa dilanjutkan, misalnya,dengan mengubahnya menjadi mobile house keeper (MHK).

TKW kita perlu mendapat uniform sebagaimana house keeper di hotel, pool, kantor perlindungan di suatu kota, dan dengan mobil mereka didrop pagi hari dan dijemput sore. Kantor-kantor ini yang melakukan perwalian dalam transaksi dan kantor kantor ini diatur masikmum fee yang boleh dikutip. Kalau perlu, kantor-kantor ini adalah kantor cabang departemen tenaga kerja milik pemerintah yang tentu saja juga harus dilatih yang lebih profesional. Cara seperti ini akan memberi berbagai perlindungan.

Pertama, jam kerja yang lebih jelas. Kedua, gaji mungkin meningkat karena berurusan dengan kantor yang lebih profesional dengan uniform tertentu dan pengantar berdasi. Ketiga,bisa meminta jaminan asuransi kesehatan dan kecelakaan kerja yang dijamin pemerintah setempat khususnya di negara maju.

Keempat, memaksa pengguna bersikap profesional dan menempatkan pekerjaan pembantu sebagai house keeper yang sama mulianya. Kelima, terpantau dan terdata, PJTKI juga akan lebih bertanggung jawab. Keenam, ada lowongan pekerjaan baru di bidang jasa pooling tersebut. Proposal yang diajukan ini hanyalah sebuah contoh dan tidak mesti demikian. Yang penting, negara harus mengadopsi asas negara kesejahteraan, yaitu negara yang tidak membiarkan kekuatan pasar yang liberal dan sebebasnya terutama jika komoditasnya adalah manusia.

Untuk itulah input SDM diizinkan tidak mengikuti hukum pasar di negara yang paling liberal pun. Hal ini tecermin dari adanya peraturan upah (yang sebenarnya adalah harga SDM) minimum, peraturan payroll tax yaitu pajak pekerja yang digunakan oleh pemerintah untuk memberi pensiun seluruh pekerja, asuransi kesehatan, dan asuransi alih kerja ketika terjadi pemutusan hubungan kerja.

Keberadaban sebuah bangsa selanjutnya terukur dari sejauh mana memperlakukan komoditas SDM dengan santunan kesejahteraan seperti ini. Lihatlah apa yang dikatakan oleh kitab suci: Tahukah kamu bangsa yang tidak beragama (tidak beradab),yaitu bangsa yang tidak melindungi anak yatim dan orang miskin (Q.S. Al Maaun). Nah, mengapa citra kita buruk? Karena kita bar-bar, tidak berusaha keras mengadopsi prinsip negara kesejahteraan yang bertujuan melindungi rakyat atau sumber daya manusianya.




Prof Bambang Setiaji
Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta


0 komentar:

Posting Komentar



 

different paths

college campus lawn

wires in front of sky

aerial perspective

clouds

clouds over the highway

The Poultney Inn

apartment for rent