Prof. Bambang Setiaji

Rektor Univ Muhammadiyah Surakarta

More About Me...

Lahir di Pacitan, 24 Desember 1956 dari pasangan ibu bernama Tentrem dan ayah bernama Harsono (alm) seorang guru dan Kepala Sekolah SD Tulakan Pacitan. Kakek juga seorang guru dan kepala sekolah dengan gaya pendidikan warisan pemerintahan kolonial yang khas.

Assalamu' alaikum..

Selamat datang di website ini. Blog ini berisi gagsan kami yg dipublikasi di koran, buku, dan bahan kuliah. Web ini dibuat oleh keponakan saya Bukhori, saya ucapkan terima kasih atas bantuannya. Selamat menjelajah!

Ekonomi Kita Makin Senjang


Pada akhir tahun berbagai daerah umumnya sudah memutuskan upah minimum kota (UMK) dan upah minimum propinsi untuk 2011.

Perdebatan terjadi seperti ritual antara buruh, khususnya perwujudan yang terbawah, pengusaha, dan pemerintah. Dalam laporan BPS, besaran upah minimum merentang dari Rp700 ribu-an di Jawa sampai Rp1,3 juta di kota-kota mahal seperti DKI dan Papua.


Kota-kota dengan pendapatan regional domestik bruto (PDRB) tinggi menetapkan upah minimum sedikit di atas satu juta rupiah sebulan. Upah minimum didesain selalu meningkat setiap tahun dan tentu saja untuk meng-cover kenaikan itu.

Maka harga-harga juga harus selalu meningkat setiap tahun. Buruh umumnya mengalami situasi ilusi uang. Lebih senang terhadap kenaikan upah walaupun disertai kenaikan harga daripada tidak terjadi kenaikan upah dan juga tidak terjadi kenaikan harga.

Kenaikan upah adalah prestasi dari serikat pekerja yang setiap tahun ingin membuktikan dapat memberi prestasi kenaikan upah kepada anggotanya walaupun kenaikan itu hanya secara nominal.

Dalam merespons kenaikan upah, para pengusaha dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang memiliki kekuatan di pasar mereka akan menggeser seluruh beban tenaga kerja menjadi kenaikan harga.

Pengusaha yang tidak memiliki kekuatan di pasar akan menyerap sebagian atau seluruh kenaikan itu untuk mengurangi keuntungan. Akumulasi kenaikan upah ini akhirnya akan membuat pengusaha marginal gulung tikar dan keluar dari industri tertentu.

Akhirnya akan selalu terjadi restrukturisasi industri dengan pola pemain marginal akan menciut menuju industri yang oligopolisik yang berada pada penguasaan beberapa pemain. Industri-industri informal yang bermain di luar upah minimum tetap dapat berpartisipasi di pasar yang sangat kompetitif, dengan konsekuensi upah pekerja yang rendah dan digerogoti inflasi, khususnya inflasi pangan yang selama beberapa tahun ini terlihat tinggi. Buruh pada sektor ini diduga makin miskin saja.

Globalisasi Industri

Pada level global, perjalanan industri ditandai oleh perpindahan kapital dari negara dengan upah tinggi ke negara dengan upah rendah, dengan syarat pekerja memiliki keahlian yang cukup terutama untuk industri perakitan. China dan India memperoleh berkah dari relokasi ini.

Daya saing pekerja di negara berupah tinggi,misalnya di AS merosot dari semula memperoleh sekira 66 persen dari nilai tambah menjadi lebih rendah. Di Indonesia pekerja di sektor manufaktur hanya mendapat sekira 19 persen dari nilai tambah. Kenaikan upah yang selalu terjadi tidak memperbaiki angka ini karena selalu dibayangi oleh kenaikan harga-harga.

Sebaliknya, akhir-akhir ini upah riil pekerja China mulai meningkat. Daya serap ekonomi China yang dari seperlima penduduk dunia masih memerlukan waktu lama untuk meneteskan berkahnya ke negara lain di Asia. Mekanisme penetesan itu adalah ketika ekonomi China makin jenuh oleh barang industri dan upah pekerja riil sudah mulai meninggi mendekati negara asal modal.

Struktur industri dilihat dari pembagian peran antarnegara di masa depan terlihat dari peran negara maju pada riset dan pengembangan, inovasi industri baru, dan penanaman kapital di berbagai negara. Selain itu, pasar modal yang mulai jenuh, dengan harga yang sudah tinggi yang menjadi harapan penduduk yang menua memerlukan new emerging market.

Peran negara sedang berkembang adalah assembling, menyediakan tenaga kerja terampil dan tetap murah, serta diharapkan menjadi pembeli di pasar modal negara maju yang harus terus meningkat.

Para pekerja yang lebih terampil dan yang beruntung dapat menikmati upah yang relatif tinggi di sektor industri pilihan dan berkait asing. Di sektor ekspor khususnya yang berkait dengan pemanfaatan hasil hutan, pekerja setengah artis yang disebut tukang yang cukup tampil memperoleh upah yang lumayan dan selalu di atas upah minimum.

Sebagian besar pegawai negeri yang tidak menjabat dan terlibat dalam birokrasi yang menikmati berkah membelanjakan anggaran negara umumnya berada di atas upah minimum, tetapi tetap jauh dari rata-rata pendapatan per kapita nasional.

Aplikasi produksi massa untuk melayani pasar dunia dan di reimpor ke negara asal modal dinikmati negara sedang berkembang yang paling siap dan menerima berkah. Mengapa semua menuju China, demikianlah karakteristik ekonomi pasar liberal nirperencanaan, di mana perkembangan dipusatkan pada satu tempat yang paling memungkinkan sampai jenuh dan timbul negara lain yang lebih kompetitif. Dengan kata lain, kita harus sabar menunggu bersama bergulirnya waktu.

Keluarga-Keluarga Buruh

Dengan besaran upah sebagaimana digambarkan di atas, untuk mendeteksi kesenjangan, dan dengan asumsi keluarga kecil sebesar empat orang, dua anak dan satu pasangan, ketersediaan konsumsi per orang masih kurang dari satu USD1 sehari, yang merupakan batas kemiskinan terbawah versi Bank Dunia.

Seandainya pasangan bekerja maka perkiraan penghasilan sekira Rp1,5 juta sebulan, keluarga-keluarga ini mulai masuk prasejahtera dengan ketersediaan konsumsi USD1 sehari. Apabila diukur dengan batas kemiskinan USD2 sehari, bisa dipastikan hampir seluruh buruh, pekerja pertanian yang sangat besar, dan pekerja lain yang setingkat berada pada kelompok miskin tersebut.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi yang terjadi membawa pendapatan per kapita Indonesia memasuki angka USD2.750-an per kapita pada 2010.

Masih dengan asumsi yang sama, keluarga kecil empat orang, berarti rata-rata satu keluarga Indonesia memiliki ketersediaan konsumsi USD11 ribu setahun atau sekira Rp8,3 juta per bulan.

Dengan demikian, upah buruh masih berkisar delapan persen dari rata-rata pendapatan nasional. Karena populasi buruh di sektor industri, pertanian, perdagangan, angkutan, dan sektor-sektor yang lain merupakan mayoritas rakyat, bisa kita bayangkan struktur pendapatan kita di mana mayoritas rakyat hanya mendapat sedikit bagian.

Hanya sekira delapan persen dari rata-rata, dan sisanya sebagian besar pendapatan nasional dinikmati oleh kelompok nonburuh. Siapakah mereka? Mereka yang diamati menikmati pertumbuhan ekonomi nasional adalah para penerima laba, para eksekutif yang gajinya memiliki kelipatan gaji sangat besar dibanding para pekerja terbawah, birokrasi pemerintah yang membelanjakan anggaran, dan politisi.(*)

Prof Bambang Setiaji
Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta(Koran SI/Koran SI/ade)

Read More......
 

different paths

college campus lawn

wires in front of sky

aerial perspective

clouds

clouds over the highway

The Poultney Inn

apartment for rent