Prof. Bambang Setiaji

Rektor Univ Muhammadiyah Surakarta

More About Me...

Lahir di Pacitan, 24 Desember 1956 dari pasangan ibu bernama Tentrem dan ayah bernama Harsono (alm) seorang guru dan Kepala Sekolah SD Tulakan Pacitan. Kakek juga seorang guru dan kepala sekolah dengan gaya pendidikan warisan pemerintahan kolonial yang khas.

Assalamu' alaikum..

Selamat datang di website ini. Blog ini berisi gagsan kami yg dipublikasi di koran, buku, dan bahan kuliah. Web ini dibuat oleh keponakan saya Bukhori, saya ucapkan terima kasih atas bantuannya. Selamat menjelajah!

Indonesia dan ASEAN dalam Percaturan Antar Kawasan


ASEAN merupakan kawasan ekonomi yang menarik, dengan wilayah yang kaya sumber daya alam, memiliki bonus demografi yaitu proporsi yang besar pada usia muda dengan pendidikan yang relatif baik untuk menerima transfer dan bahkan mengembangkan teknologi. Menurut Bank Dunia, pada 2010 produksi domestik bruto (PDB) kawasan ini diperkirakan 1,8 triliun US dolar, dan dengan jumlah penduduk sekitar 543 juta atau pendapatan per kapita USD 3.300 lebih. ASEAN merupakan kawasan ekonomi yang pantas diperhitungkan dibanding China dengan PDB 5,8 triliun US dolar dan penduduk 1,34 milyar atau pendapatan per kapita 4.400 US dollar, serta India dengan PDB 1,73 triliun US dolar dan penduduk 1,17 milyar atau pendapatan per kapita 1,470 US dollar.

Integrasi ekonomi ASEAN yang diharapkan terealisir lebih cepat pada 2015 akan menjadikannya kawasan ekonomi yang kuat dan tumbuh. Kawasan ini termasuk kawasan yang tumbuh pesat di Asia dengan pertumbuhan rata rata sebesar 5,23 per tahun, memang tidak tumbuh secepat China yang rata rata tumbuh 11,2 persen atau India yang tumbuh sekitar 8,6 persen, tetapi pertumbuhan kawasan ini cukup mengesankan dan bersifat jangka panjang. Krisis di Barat yang bersumber pada investasi pasar uang dapat dialirkan kekuatannya di kawasan ini, karena modal masih bisa tumbuh dengan meningkatkan produksi di sektor riel. Perputaran modal di Barat yang tidak terserap di sektor riel yang menyebabkannya menjadi bubble ekonomi seperti aliran air yang menggenang, perlu disalurkan kepada wilayah yang memiliki potensi pertumbuhan, dan salah satu alternatifnya adalah kawasan ASEAN.

Upah tenaga kerja di wilayah ini tentu saja beragam dari yang rendah seperti Vietnam, Indonesia, dan Philippina sampai yang agak tinggi dan cukup tinggi di Thailand, Malaysia, dan Singapura. Struktur upah ini memberi peluang kepada industri industri yang mungkin berkembang di wilayah ini sesuai dengan produktivitasnya. ASEAN dengan variasinya merupakan wilayah yang secara politik cukup stabil terutama perlindungan dan pengakuan terhadap modal asing yang secara hukum dilindungi dan secara kontraktual banyak dimanjakan. Bagaimanapun kawasan ini lebih tepat disebut sebagai kawasan investasi dan diseminasi teknologi asing daripada pengembangan internalnya yang bagaimanapun masih berada di belakang. Hal ini tergambar dari posisi universitas dan lembaga riset di dalamnya dalam percaturan global demikian pula riset dan pengembangan produk di sektor industri.

Indonesia dan ASEAN

Dengan menjadi annggota G 20 peran Indonesia di kawasan ini cukup menonjol. Ekonomi Indonesia merupakan yang terbesar di kawasan ini degan PDB 706,5 milyar USD dan tenaga kerja yang melimpah. Integrasi kawasan ini menjadi satu teritori ekonomi tentu membawa perubahan dengan lalu lintas modal dan sumber daya manusia. Pitensi aliran modal internal ASEAN mengalir dari Singapura, Brunei, dan Malaysia serta aliran tenaga kerja bersumber dari Indonesia, Vietnam, dan Philippina.
Integrasi ekonomi kawasan ini akan mendorong investasi dari kawasan lain seperti Jepang dan Korea serta Amerika dan Eropa. Integrasi ekonomi memudahkan modal dari kawasan lain berlokasi di negara manapun di wilayah ini dengan dukungan mobilitas tenaga kerja dengan preferensi upahnya yang relatif rendah.

Daya tarik tersebut memungkinkan luberan modal dan teknologi dari kawasan lain serta sumber daya manusia yang berlebih membentuk pasarnya sendiri. Upah dan perolehan atas tanah dan bahan baku dapat dipadukan dengan aliran modal dan teknologi yang mandek di Barat yang akan membentuk pasar baru di kawasan ini. Pasar ini merupakan sumber return atas modal yang kini memutar di sektor non riel dan yang menyebabkan krisis di negara maju. Menjadi pasar bukanlah hal yang salah, karena pasar juga akan menarik bagi sumber pertumbuhan baru. Tetapi menjadi pasar adalah salah jika dibarengi dengan pengangguran tinggi dan terkurasnya sumber daya alam saja. Hal tersebut benar benar bermakna mengkonsumsi tanpa berpartisipasi atau bermakna dengan mengkonsumsi hanya dengan jalan menukar sumber daya alamnya. Hal tersebut tentu dibarengi dengan suasana yang timpang yang berbentuk negara feodal baru. Negara hanya mengandalkan sukses elit politik dan bisnis tinggi dan bukan sukses ketenaga kerjaan yang meluas dan merata. Surplus atau bonus demografi benar benar harus dijadikan berkah oleh Indonesia yaitu sebagai sumber tenaga kerja yang apabila berhasil bekerja dan mempunyai penghasilan tentu saja akan menjadi daya tarik pasarnya sendiri. Integrasi ekonomi ASEAN tentu saja secara alami akan direspons oleh masyarakat dengan jalan melakukan mobilitas ke sesama negara anggota, tetapi peran negara sangat menentukan untuk akselerasi mengingat permasalahan yang begitu tinggi.

Intensitas integrasi ekonomi ASEAN justru akan membendung kekhawatiran terhadap dominasi industri China, singkatnya akan menjadi kawasan kembar. Modal dan teknologi dari kawasan lain tentu saja akan berfikir ulang untuk mengabaikan lokasi usaha di ASEAN. Selain itu, kemajuan ekonomi China tentu akan berdampak terhadap tuntutan upah yang menyebabkan daya siangnya akan kembali normal, dan hal tersebut semakin memberi celah bagi ASEAN. Bangkitnya industri ASEAN akan sangat membantu tenaga kerja untuk memperoleh penghasilan dan dengan demikian akan membantu perbaikan taraf hidup keluarga keluarga. Dengan integrasi dan mobilitas demografi pilihan investasi justru sebaiknya berlokasi di negara yang memiliki upah relatif baik, seperti Singapura atau Malaysia, karena hal tersebut akan sangat bermakna untuk memperbaiki keluarga pekerja. Budaya global tentu saja masih harus ditingkatkan dengan perbaikan pendidikan untuk menjadi lebih melek hukum, hak asasi, dan disiplin masyarakat industri.

Read More......

Kesulitan Menilai Kinerja


Penilaian kinerja pejabat publik, terlebih setingkat menteri bukan persoalan gampang. Pada akhirnya, reshuffle menjadi lebih bersifat politis daripada kinerja publik.

Sejak 1970-an, publik di negara maju mulai mempertanyakan efektivitas sektor pemerintahannya. Negara-negara yang bergabung dalam OECD sejak 1980-an mulai bergeser ke new public management di mana salah satu komponennya adalah pengukuran kinerja yang lebih transparan. Adanya perkembangan teknologi informasi juga menjadi salah satu faktor pendorong meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap kinerja pemerintahannya.

Mengutip pendapat ahli dari Birmingham University, Profesor Rowan Jones, pengukuran kinerja di sektor publik jauh lebih kompleks dibandingkan sektor bisnis yang berbasis uang. Pengukuran nilai tambah berupa perbedaan harga barang yang dibayar oleh masyarakat dan biaya untuk memproduksi barang sulit diterapkan di sektor pemerintahan. Satu-satunya elemen dalam sektor pemerintahan yang bisa diukur dengan nilai uang adalah input. Misalnya jumlah anggaran yang terserap, terlepas dari efektivitas dan efisiensi penggunaannya.

Sedangkan output masih bisa diukur tapi tidak bisa menggunakan nilai uang, misalnya jumlah anak yang lulus ujian nasional, jumlah gedung yang dibangun. Sedangkan outcome, merupakan sesuatu yang abstrak dan kompleks, pengukurannya harus menggunakan survei, atau wawancara terlebih dahulu.

Pengukuran efisiensi di instansi pemerintah juga sukar dilakukan akibat tidak bisa dibandingkannya secara langsung output dengan input, peningkatan produk pertanian dibanding anggarannya dan jumlah lapangan kerja yang berhasil diciptakan oleh menteri perekonomian. Terlebih lagi kalau ditanyakan, misalnya ekonomi Indonesia membaik, benarkah itu usaha sebuah departemen, atau rakyat sendiri secara otonom menciptakan usaha ekonomi?

Pengalaman Negara Maju

Sejak akhir 1990-an, pemerintah Inggris mulai menerapkan Public Service Agreement (PSA). PSA tersebut ditandatangani antara menteri berisi target nasional di berbagai bidang yang sejauh mungkin bisa diukur dengan objektif dan bisa diakses oleh masyarakat. Audit kinerja para menteri di Inggris dilakukan oleh National Audit Office (NAO) semacam BPK-nya Inggris. Untuk meningkatkan objektivitas penilaian kinerja, indikator yang dipilih cenderung dipersempit dan lebih bersifat teknis sehingga penilaian yang bersifat kualitatif bisa dihindari.

Untuk bisa menjalankan PSA tersebut, kiranya perlu dibentuk sebuah tim audit yang kuat. Di Indonesia, apabila BPK––yang selama ini mengurusi audit keuangan, diberi wewenang mengaudit kinerja para menteri berarti BPK harus lebih netral, profesional, dan independen. Tantangan untuk melaporkan kinerja menteri cukup berat. Auditor bisa ciut nyali ketika memberikan opini buruk tentang kinerja menteri, meskipun sudah berbasis PSA yang terukur dan nonkualitatif.

Kedua, persinggungan ke masalah politis akan sangat kuat manakala masalah kinerja tersebut menyangkut informasi yang sensitif atau departemen yang cukup kuat dalam kekuasaan. Posisi BPK akan sangat dilematis, misalnya siapakah yang paling pas dalam memberi mandat mengaudit kinerja para menteri presiden atau parlemen sebagai manifestasi dari rakyat yang mempertanyakan kinerja pemerintahannya. Dalam sistem presidensial, memang presidenlah yang harus bertanya tentang kinerja para pembantunya. Namun kriteria obyektif dan independen tetap diperlukan sebagaimana harapan masyarakat, supaya reshuffle bukan hanya untuk tujuan politis, terlebih untuk membelokkan berita dan isu yang sedang kurang menguntungkan bagi kabinet.

Short Cut

Adanya PSA di satu sisi akan meningkatkan transparansi pengukuran kinerja dan menghindari subjektivitas pengukuran kinerja. Akan tetapi, publik harus tetap waspada karena menteri atau departemen bisa melakukan short cut untuk memenuhi target sebagaimana disepakati dalam PSA. Selain itu, para menteri bisa jadi hanya akan fokus bekerja pada pencapaian target sesuai dengan yang disebutkan dalam PSA.

Jika para menteri melakukannya, bisa jadi perilaku menyimpang para menteri akan menjadi kenyataan, misalnya memanipulasi data-data kinerjanya ataupun memanipulasi input yang menjadi dasar penilaian kinerjanya. Terbatasnya indikator yang disebutkan dalam PSA, tentunya tidak akan bisa memenuhi keinginan semua pihak. Kutub rakyat dan pemerintah pasti akan saling bertolak belakang, misal rakyat ingin pendidikan yang berkualitas yang disimbolkan dengan rasio guru dengan murid yang ideal. Akan tetapi, terbatasnya jumlah anggaran memaksa sekolah-sekolah menyelenggarakan pendidikan tanpa mempertimbangkan rasio guru dengan murid.

Belum lagi apabila berpikir untuk seluruhnya baik institusi di sekolah negeri dan swasta di mana mayoritas mahasiswa berada. Meskipun berbagai kekhawatiran kelemahan penggunaan PSA muncul, setidaknya presiden dan masyarakat bisa membuat keputusan yang lebih reliable dan objektif terkait dengan reshufflepara menteri.

Penggunaan PSA selama hampir 12 tahun di negara maju membuktikan bahwa konsep ini cukup teruji diterapkan di dunia pemerintahan. Para menteri harus bekerja ekstrakeras untuk mewujudkan PSA karena belum tentu elemen-elemen di bawah, memahami dan berkomitmen seperti yang dilakukan oleh menteri tersebut?

PROF BAMBANG SETIAJI, Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)
IBRAHIM FW, Alumni University of Birmingham, Dosen Universitas Sebelas Maret (UNS)

Read More......

Krisis Ekonomi dan Resiko Perbankan Kita


Bambang Setiaji
Univ Muhammadiyah Surakarta

Beberapa pemberitaan yang meramalkan akan terjadi krisis ekonomi pada masa depan perlu diantisipasi dini. Kita bersyukur bahwa pada krisis keuangan 2008 Indonesia bisa terhindar dan bahkan menunjukkan kinerja ekonomi yang baik. Akan tetapi tanda tanda krisis ke depan diperkirakan lebih dalam dan lebih luas.
Krisis keuangan yang dimulai pada 2008 yang lalu disebabkan oleh terjadinya kerugian sektor keuangan dan perbankan akibat produk derivasi yang berlebihan. Karena komoditi yang mendasari (underlying) mengalami goncangan khususnya di sektor perumahan, maka terjadi efek berantai di sektor turunan atau pasar derivatif. Terjadi gagal bayar berantai yang memerlukan bail out dari pemerintah, bail out pada akhirnya ditanggung masyarakat dan tentu saja mengurangi kemampuan pemerintah menstimulasi aktifitas ekonomi di sektor riel.

Pada kemungkinan rerjadinya krisis sekarang yang gagal adalah pemerintah di mana obligasi pemerintah yang berlebihan menyebabkan tiga hal berantai, pertama pemerintah kesulitan membayar, kedua, mungkin pemerintah meningkatkan pajak atau menambah pengeleuaran untuk sektor keuangan yang mengurangi insentif ekonomi di sektor riel, dan ketiga investor di sektor non riel akan kehilangan kepercayaan.

Krisis demi krisis berakar dari sistem ekonomi yang berbasis pada terlalu besarnya instrumen derivatif yang sering tidak berhubungan dengan sektor ekonomi riel yang mengahasilkan produk yang bisa dikonsumsi dan meningkatkan kesejahteraan dan menyerap tenaga kerja yang mengucurkan upah dan memberi akses lapis terbawah kepada barang kebutuhan pokok. Kelebihan potensi ekonomi berupa sisa konsumsi berputar di lapisan atas dan negara maju, tidak tersalur di sektor riel di negara maju karena kejenuhan atau karena rendahnya return tetapi pada saat yang sama tidak segera tersalur di sektor riel di negara ketiga yang masih memiliki kemungkinan tumbuh lebih besar.

Dunia ketiga justru berusaha mengembangkan pasar non riel yang disebabkan oleh kelatahan mencontoh negara maju. Sistem ekonomi yang berkembang terlihat kehilangan arah bahwa hakekat pengembangan ekonomi adalah kesejahteraan yang nyata, terutama melalui penciptaan produksi yang dapat dinikmati seluruh lapisan masyarakat, lapangan kerja dan upah yang memungkinkan rakyat terbawah mengakses berbagai barang dan jasa yang diciptakan. Sistem perlu campur tangan yang memberikan reward kepada siapa yang membantu mencapai tujuan seperti tersebut di atas. Perbankan yang konsisten bahkan berbasis kepada penguatan sektor riel layak mendapat prioritas seperti ini.

Ekonomi dunia sekarang terlalu otomatis di mana setiap kemungkinan menghasilkan return baik sektor riel dan non riel berkompetisi. Akibatnya potensi kapital lebih bangak terserap di sektor non riel. Ternyata salah satu sifat ekonomi non riel adalah masing masing instrumen tidak independen satu dengan yang lainnya. Keruntuhan yang satu segera merembet kepada yang kain atau bersifat sistemik. Industri ini sangat rawan terhadap shock psikologis dan rumor.

Krisis yang diramalkan akan terjadi biasanya memberi koreksi kepada sistem yang ada dan memungkinkan lahirnya ekonomi baru. Ekonomi baru inilah yang diharapkan mengurangi peran ekonomi non riel dan mendorong penguatan ekonomi riel. Kelebihan kapital di negara maju yang selama ini diserap di pasar derivatif dan saham saham yang menggelembung, lebih masuk akal jika benar benar tersalur ke ekonomi ekonomi dunia ketiga yang masih memungkinkan tumbuh. Kalau demikian halnya juga akan memiliki missi lain berupa kemanusiaan, mengurangi keterbelakangan, kemiskinan, pengangguran sampai kriminalisme dan terorisme. Lalu lintas modal untuk menggerakkan sektor riel di dunia ketiga hendaknya jangan diwadahi di pasar finansial karena bisa jadi modal hanya datang sebentar untuk mencari untung dan pada saat ditarik mungkin justru akan menggoncangkan ekonomi negara ketiga. Sektor perbankan dunia ketiga terutama yang bergerak menjadi mesin penggerak sektor riel merupakan sektor yang sangat strategis.

Krisis yang diduga akan terjadi tentu akan memukul sektor perbankan. Terutama melalui kredit pada sektor sektor yang terimbas krisis. Perlu dikaji sektor sektor apa yang akan terpukul jika terjadi krisis di negara maju. Sektor ekspor kebutuhan tersier seperti turisme dan asesoris, baik aksesoris rumah tangga misalnya furniture dan aksesoris pribadi seperti garnen dan sepatu, tentu akan terkena dampak paling kuat. Perbankan perlu mencermati ekspansi di sektor yang terkena imbas krisis.

Pengalaman krisis 2008, keselamatan kita dari krisis disebabkan oleh tingkat integrasi ekonomi yang masih rendah. Hubungan ke negara negara yang makin terdiversifikasi tentu saja sangat diperlukan terutama negara dengan ekonomi yang relatif tradisional. Timur tengah dan Afrika merupakan pasar yang perlu diolah.

Mengingat kasus Bank Century yang menimbulkan gejolak ketika pemerintah memutuskan bail out, maka regulasi mengenai bail out dan efek sistemik perlu memperoleh payung hukum. Perbankan sangat berbeda dengan pasar keuangan lain yang tingkat spekulasimya lebih tinggi, perbankan dan terutama yang setia memberi pembiayaan sektor riel adalah pemggerak ekonomi yang perlu dilindungi. Memang tidak tertutup kemungkinan terjadi kejahatan di dalamnya terutama unsur mamusia yang melakukan fraud. Akan tetapi institusi perbankan itu sendiri sangat diperlukan untuk menggerakkan roda ekonomi kembali untuk melakukam recovery pasca krisis. Apabila ada kredit macet di perbankan rumusnya adalah salurkan lebih banyak kredit lagi sehingga mampu menutup kerugian yang macet. Hal itu terjadi dalam keadaan normal, dan dalam keadaan krisis tentu perlu kerjasama bahu membahu semua fihak untuk menyelamatkan ekonomi.


Read More......

UANG DAN POLITIK


Pengakuan Nazaruddin dari tempat pelariannya bahwa dia mengalirkan uang ke orang penting partai dan bahkan menteri dapat dimengerti. Hal itu bisa jadi merupakan fenomena wajar atau gejala umum di tengah endemi money politic.

Namun,keadaan ini diukur dengan nilai yang standar, terutama perlunya mengelola jabatan publik dengan integritas yang tinggi tentu saja cacat. Masalahnya adalah jika sakit bersifat umum, orang akan bisa cenderung menerimanya sebagai keadaan yang wajar.


Dan apabila sakit sudah endemik, maka obatnya juga harus berskala umum. Dengan demikian, Partai Demokrat baru bernasib sial karena kebutuhan partai akan uang memang besar dan itu terjadi di semua partai. Biaya konsolidasi menjadi mahal karena luas wilayah Indonesia yang membentang sedemikian besar.

Untuk menghindari ketersanderaan partai, misalnya, sudah dibuat aturan mengenai sumbangan terhadap partai. Peraturan itu cukup sehat dan diinspirasi negara demokrasi maju,tetapi sulit dilaksanakan di lapangan karena perbedaan budaya, sosio-ekonomi, dan hukum.

Endemi Politik

Di tingkat pusat kebutuhan akan uang yang besar adalah untuk rapat dan terutama kongres yang harus menghadirkan anggotanya mulai tingkat kabupaten,akomodasi, dan success fee, biaya kampanye, transportasi ke seluruh pelosok negeri saat menggalang daerah,kadang sampai menyewa pesawat, dana menggalang massa, dan yang paling signifikan adalah biaya iklan, baik di TV dan media lainnya.

Disebut sebagai endemi karena kebutuhan uang yang besar yang tidak mungkin ditutup dengan cara yang wajar tersebut merupakan gejala umum di pusat dan daerah. Sebagai contoh, di daerah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat menanggung potongan wajib sekitar 20% gajinya untuk iuran partai, membiayai kegiatan untuk konstituen di daerah pemilihannya, untuk kampanye, dan turut membiayai calon yang diusung dari partai.

Masih ada lagi yang harus dibiayai yang merupakan ciri khas budaya kita yaitu menyumbang untuk pesta hajatan. Pesta hajatan merupakan pengeluaran signifikan karena pentingnya dalam struktur pengeluaran masyarakat, pos ini masuk sebagai salah satu komponen survei sosial ekonomi nasional BPS.

Politisi daerah memiliki kiat macam-macam untuk mendekati rakyat, ada yang aktif menghadiri hajatan, menyumbang dengan mendirikan kelompok musik, sampai menjadi juru nasihat pengantin. Sebagai konsekuensi dari kebutuhan di atas,partai menjadi tergadai.

Kader-kader murni yang mengandalkan idealisme dan materi kaderisasi bagaimana merealisasi negara yang baik yang menyejahterakan menjadi tergeser kepada kebutuhan pragmatis dan bahkan praktis. Banyak orang potensial ditawari mencalonkan diri tidak berani menanggung beban keuangan yang sangat besar tersebut.

Pengusaha menjadi pemimpin instan di sebagian besar daerah dan juga pusat.Angkanya perlu disurvei dan mungkin mencapai 80%. Sistem yang baik akan menghasilkan variabilitas sampel yang kurang lebih sama dengan variabilitas populasinya.

Apabila variabilitas populasi tidak terwakili dalam variabilitas kepemimpinan sebagai subpopulasi, baik dari sisi etnis, strata ekonomi, strata sosial, dan profesi, maka sistem perekrutan boleh disebut gagal.

Hal tersebut akan menimbulkan oligarki baru, yaitu sangat dominannya sekelompok orang dalam waktu yang lama, dalam hal ini sangat dominannya pemilik kapital.Negara akan menuju kepada kapitalis muda atau kapitalis naif yang timpang di mana kekuasaan politik dan ekonomi dikuasai sekelompok orang.

Akhirnya, para pemimpin murni yang mungkin direkrut dari organisasi ekstra kemahasiswaan dan kepemudaan dan yang sudah meniti karier panjang harus melibatkan diri di dunia bisnis yang murni atau yang terkait dengan proyek pemerintah. Di sinilah Nazaruddin dan petinggi Partai Demokrat tersandung.

Bagaimana Memperbaikinya?

Percobaan demokrasi langsung jelas menyebabkan efek samping yang tidak dikehendaki ini,yaitu terlalu dominannya “uang”. Naiknya ke panggung kepemimpinan para pengusaha mengalahkan tokoh-tokoh yang mungkin lebih concern kepada idealisme kenegaraan merupakan keadaan seratus delapan puluh derajat dibanding Orde Baru.

Pada waktu itu hanya para birokrat yang sudah lulus jenjang pengetahuan administrasi pemerintahan tertentu bisa menempati kepemimpinan di pemerintahan.Kepemimpinan pemerintahan menjadi monopoli birokrat. Sekarang keadaan terbalik, menjadi hanya monopoli pengusaha atau orang beruang.

Bentuk kepemimpinan yang mestinya random yang berlatar belakang berbagai ragam sesuai dengan watak demokrasi ternyata tidak terjadi. Dua alternatif kesimpulan dapat diajukan.

Pertama, menganggapnya sebagai penyimpangan sementara yang akan menghilang dalam perjalanan waktu tentu saja dapat dipercepat dengan kontrol pers dan gerak penegak hukum yang ada. Demokrasi tumbuh secara natural dan reguler.

Kedua, menilainya sebagai sistemik karena sistem yang dibangun tidak kompatibel dengan budaya dan keadaan bangsa, sehingga perlu reamendemen. Apabila reamendemen dipilih, kelemahan ini jangan sampai kembali melahirkan sistem intervensi yang dirasakan selama era orde baru.

Derajat demokrasi terutama kebebasan berekspresi dan kebebasan berkumpul ternyata sangat bermanfaat untuk memperbaiki bangsa. Kita harus mengakui bahwa di samping penyimpangan berupa virus money politic yang sebenarnya sangat gawat, terdapat sangat banyak kebaikan dalam era kebebasan ini.

Indonesia ke depan akan menjadi negara yang maju, baik ekonomi dan kualitas bernegara seperti hak asasi dan mobilitas sosial di mana dimungkinkan semua orang yang berkualitas atau bekerja keras melakukan mobilitas vertikal.

Hal ini merupakan barang luks jika dibanding dalam sesama negara di dunia Islam, Malaysia, Timur Tengah serta China. Kata bijaknya adalah mengambil ikan tetapi jangan mengeruhkan airnya.●

*) Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta

Read More......

Ekonomi UMKM yang Tersisih


UMKM merupakan soko guru ekonomi dengan menampung lebih dari setengah tenaga kerja dari sektornya. Unit usahanya lebih dari 51 juta dan merupakan 99,99 persen dari pelaku usaha nasional. Tiga area utama UMKM adalah pada sektor perdagangan, restoran dan pemondokan yang meliputi 60 persen lebih, sekitar 15 persen di industru pengolahan, dan berikutnya swkitar 13 persen pada sektor transportasi dan komunikasi. Berikutnya adalah industri keuangan dan jasa jasa serta sektor pertambangan.

UMKM adalah pelaku mayoritas, tetapi, diberdayakan di luar menteri utama dan itulah salah satu yang menyebabkan adanya ciri ketimpangan. Sektor usaha yang kita anggap beneran yang hanya merupakan kurang 1 persen unit usaha diurus dan dibantu menteri-menteri utama dan tentu saja menyerap lebih besar anggaran negara. Akibatnya terjadi kesenjangan produktifitas, kesenjangan sumbangan terhadap produk domestik bruto dan implikasinya kesenjangan pendapatan nasional dan kesenjangan dalam menikmati kue nasional.
Pendapatan nasional kita sangat dan makin timpang dengan pendapatan rata-rata 3000 dolar US perkapita atau 12000 US per-keluarga, atau sekitar 9 juta per bulan, diperkirakan lebih dari 70 persen keluarga hanya menikmati kurang dari 1 juta rupiah sebulan atau sepersembilan rata rata yang dicerminkan oleh upah minimum di berbagai kota.

Kebijakan Pro UMKM

Diperlukan kebijakan ekonomi umum yang lebih pro pemerataan dengan ringkas dapat disebut sebagai pro UMKM sebagai rumah produksi rakyat. Para menteri ekonomi mestinya disusun atas kebutuhan kebutuhan UMKM dari berbagai aspek permasalahnnya, misalnya permodalannya, legalitasnya, sumber daya manusianya, sampai pemasarannya, baru sisanya diadakan meneteri pengecualian yang mengurus industri dan unit hsaha besar yang hanya merupakan 1 persen populasi dan karena mereka sudah relatif mandiri. Struktur yang mengutamakan elite dan mengesampingkan yang mayoritas merupakan struktur kolonial yang terus saja kita lestarikan tanpa berpikir ulang.
Pada hal struktur itu dibuat dalam kerangka kolonial dan tentu saja sumber sumber ekonomi didesign untuk memenuhi kebutuhan kolonialis dan memberikan tingkat ekonomi subsistensi kepada wilayah koloni supaya dengan subsistensi itu para pekerja dapat bekerja lebih giat dan lebih kuat meningkatkan produktifitas dalam kerangka ekonomi kolonial tersebut. Jika disarankan supaya pekerja diberi makan lebih banyak, tujuannya adalah supaya dengan itu bisa bekerja lebih kuat dan produktifitas meingkat. Cara pandang seperti ini tidak beretika dan tidak sesuai dengan cita cita kebangsaan. Inilah sebabnya perlu pemikiran yang lebih berani untuk merubah tatanan ekonomi dunia. Tatanan ekonomi dunia akan berubah jika tatanan dalam negeri yang dahulu ditancapkan kita bongkar ulang.

Dari sisi moneter, UMKM menghadapi biaya kapital berlipat tinggi. Tentu saja UMKM tidak dapat masuk bursa efek, satu satunya sumber dana adalah perbankan. Sebagai counterpart tipikalnya UMKM banyak berurusan dengan lembaga keuangan mikro dan bank perkreditan rakyat. Lembaga keuangan mikro dengan lending yang kecil kecil memiliki biaya transaksi dan resiko yang tinggi. Suku bunga efektif UMKM bisa mencapai 48 persen per tahun, dan lengkaplah sudah gambaran subsisntensi yang diserap surplusnya dari berbagai sisi.
Pemerintah yang tinggal setengah perjalanan terakhir dengan citra partai berkuasa yang semakin terpuruk seharusnya berani bertindak radikal. Dari pada memberi subsidi BBM yang dinikmati kelompok kaya, lebih baik memberi subsidi bunga. Mengapa? Subsidi bunga akan memeberi UMKM nafas dan energi untuk tumbuh, di samping itu suku bunga yang lebih rendah akan mendorong investasi baru dan akan mampu menyerap pengangguarn terbuka sekitar 10 juta lebih, dan 30 juta lainnya setengah pengangguran yang berada pada pekerjaan transitori. Dengan harga BBM yang tinggi miss alokasi ke sektor kendaraan akan berkurang, rakyat akan mengurangi belanja kendaraan dan akan ada modal di tangan untuk memulai unit usaha baru. Subsidi BBM bisa mencapai 100 triliun, setengahnya dapat dialokasikan untuk subsidi bunga UMKM, mendorong investasi dan terbukanya pekerjaan baru, dan setengahnya untuk memberi kesejahteraan rakyat yang riel melalui program Jaminan sosial nir laba. Dengan alokasi yang riel dan tidak menipu seperti itu, penarikan subsidi BBM yang biasanya menimbulkan gejolak bukan hanya direaksi negatif tetapi akan didukung oleh rakyat bawah.

Memberdayakan Sarjana Pengangguran

Siapakah yang harus ditolong pertama kali ? Dalam keadaan kesulitan bernafas, pakailah masker oksigenmu sebelum menolong yang lain. Katakanlah pemerintah bisa menyisihkan seratus triliun dari subsidi BBM, dsna itu hendaknya justru dialokasikan kepada kelompok paling kreatif yang sudah memiliki basis inevestasi dalam SDM, yaotu sarjana yang tidak terserap pasar. Pendidikan tinggi hendsknya merespons dengan memberikan perspektif kewirausahaan yang secara nasional memang sangat kurang. Dengan modal SDM yang dimilkinya mereka dapat dimobilisasi untuk menjadi entrepreneur diawali dengan skala UMKM.
Seleksi pasar tetap diperlukan untuk memperoleh bibit yang bersungguh sungguh, oleh sebab itu yang didukung pemerintah hanya bunga modal. Hal tersebut pertama akan lebih aman dan kedua akan dapat menolong lebih banyak orang. Perbankan rakayat dan keunagan mikro tetap harus melakukan fungsi kehati hatian. tugas pemerintah hanya mengendorkan tekanan suku bunga. Dengan demikian kebaikan pasar tetap diutamakan dalam menseleksi dan mengalokasikan sumber sumber.

Pemberdayaan sarjana yang sudah menginvestasikan sumber ekonomi untuk pendidikan perlu direspons oleh perguruan tinggi dengan mereformasi diri menjadi lebih terintegrasi dengan kebutuhan pembangunan ekonomi. Dalam kaitan ini perguruan tinggi diharapkan menjadi sumber UMKM baru yang lebih produktif. Kecil tidak berarti tidak maju. Di era global, seseorang tanpa pekerja bisa melakukan bisnis global hanya dengan jalan menjadi penghubung partner di luar dan di dalam negeri. Modalnya sederhana, laptop dan sambungan internet. Pengetahuan mengenai seluk beluk ekspor, mengirim barang, dan quality assurance diperlukan. Sektor pendidikan sekarang memiliki dana untuk mengirim putra putri terbaik ke seluruh dunia, dengan konsep integrasi dengan pembanagunan ekonomi mestinya dikaitkan dengan jaringan bisnis global seperti digambarkan di atas.

Read More......

A concept to enhance Islamic BANK OF SYIRKAH

Market economy nowadays has gained more significant role in Muslim countries. This economy does not meet the Islamic values which demand more egalitarian economy. Bank is public need, where all society need it, and often to bear if it fail. In case of the bank ownership, Islam favors to share ownership with more people, or handled by state as the representation of ummah. This purpose is suitable with community bank which is developed not only based on merely business but beyond that lead to help each other and hopefully give spritual satisfaction.

please your download http://www.ziddu.com/download/15147097/PBambangcbsenglish01revition.docx.html

Read More......

Pendidikan dan Karakter Bangsa di Ruang Publik


Dalam sebuah workshop yang menggodok masalah pendidikan berkarakter untuk memperbaiki karakter bangsa, menjadi tanda tanya mengapa pendidikan kita gagal? Benarkah pendidikan kita gagal?

Sebagai bagian dunia Timur, sejak lama kita mengklaim memiliki keunggulan dalam bidang karakter (religius, jujur, memiliki harga diri, memiliki kesopanan, rendah hati, toleran, suka membantu, hormat kepada yang tua, menyayangi yang menderita,di sisi lain sebagai bangsa yang cerdas, kreatif, pekerja keras, dan yang masih eksis sebagai bangsa yang tahan menderita). Semua sifat yang kita sebutkan di atas sebenarnya ada dalam dunia pendidikan, diajarkan, dan dilaksanakan.Tetapi, mengapa hal-hal tersebut tidak nampak di ruang publik?


Di bidang transportasi umum misalnya, di Barat terdapat peraturan yang tertulis di transportasi umum untuk memberi tempat duduk kepada orang tua, cacat, dan ibu hamil dan itu dipatuhi oleh masyarakat.Budaya antre, toleransi, budaya menghargai, semua ini kita temukan di Barat dan kenapa tidak kita temukan di Timur,dalam masyarakat religius yang kita bang-gakan? Indikator yang lebih terukur secara kuantitatif, misalnya, mengapa ranking korupsi kita masih tinggi?

Pendidikan Karakter di Luar Sekolah

Lingkungan memainkan peran sangat penting dalam membentuk karakter siswa, mahasiswa, dan akhirnya karakter bangsa.Sistem membentuk lingkungan secara signifikan, bahkan sebenarnya lebih penting dari pada pendidikan formal.Pendidikan karakter di sekolah, bagaimanapun, hanya skala laboratorium, bahkan hanya skala teori, dan skala produksinya dilaksanakan di ruang publik.

Peran sistem sangat penting. Orang jahat yang ditempatkan dalam sistem akuntansi publik yang baik, tidak bisa memperoleh jalan korupsi,tetapi orang baik yang tahu ada kesempatan korupsi mungkin akan tergoda. Itulah sebabnya bahkan di Kementerian Agama masih ditemukan banyak kasus korupsi. Karakter harus dibangun dalam sistem atau ruang publik, dan diwujudkan dalam bentuk kesantunan negara.

Negara harus memulai, misalnya mengurus anak telantar, mengatasi kemiskinan, dan memberi santunan kepada penduduk lanjut usia.Mungkin dalam perhitungan yang matang hanya memperoleh nominal sangat kecil, tetapi terwujudnya sistem yang menyantuni kelompok lemah seperti ini akan membentuk karakter bangsa yang jauh lebih kuat daripada efek pendidikan.

Masalah Korupsi

Korupsi merupakan ukuran karakter bangsa yang paling terukur. Perilaku korup disebabkan oleh banyak faktor yang kurang lebih merupakan bertemunya perilaku individu dan lingkungan yang permisif terhadap korupsi, atau yang bisa disebut dengan budaya korup. Budaya korup adalah keadaan tempat kerja di mana korupsi dapat diterima secara bersama, bahkan dianggap sebagai cara menambah pendapatan yang wajar. Peran KPK masih terlalu kecil dibanding fenomena gunung es korupsi atau budaya korupsi yang sudah lama dan mapan. Risiko tersandung KPK mungkin hanya sama dengan probabilitas kecelakaan lalu lintas.

Budaya korupsi hanya dapat dihilangkan dengan membangun budaya baru yaitu budaya kontra- korupsi (counter-corruption). Kesadaran antikorupsi harus menjadi semangat internal semua kementerian, menjadi misi para pemimpin kementerian, bukan sebaliknya,menemukan cara untuk mengatur serapi- rapinya supaya yang bersangkutan lolos dari jeratan KPK. Di luar KPK, hubungan penegak hukum dengan birokrasi yang memegang kendali anggaran masih sangat lekat sehingga muncul indikasi atau kecenderungan ”mengamankan” individu-individu. Hal seperti ini terlihat dari kasus Gayus.

Dalam kasus lain yang bersifat nasional, tetapi bermodus di daerah-daerah, terdapat kasus korupsi buku ajar. Namun, keterkaitan penegak hukum dalam ”mengamankan” para arsitek dan pemegang anggaran amat kentara karena yang dikorbankan hanya para guru di bawah. Kontra-budaya disertai dengan perbaikan kesejahteraan dari pemerintah diharapkan akan menghasilkan budaya baru antikorupsi. Korupsi bukan lagi merupakan budaya organisasi, melainkan hanya penyimpangan individual yang dapat ditangani oleh lembaga penegak hukum yang ada.

Peran Pendidikan

Dalam gerakan makro tersebut, maka tugas sekolah adalah melestarikan, mentransfer, dan mengembangkan karakter melawan budaya korupsi. Meski demikian,konsepsi karakter negara maju tidak mesti selalu positif. Kita patut mencontoh dalam bidang pengelolaan uang negara, penggunaan alat transportasi umum, dalam memperlakukan rakyat, dalam bidang toleransi, dan sebagainya. Tetapi, jangan dilupakan ada yang bolong di negara maju yaitu masalah keutuhan keluarga dan ketahanan menghadapi krisis, di mana angka perceraian dan bunuh diri sangat tinggi.

Dengan memadukan dunia pendidikan dan dunia nyata, karakter harus dimulai oleh pucuk pimpinan nasional. Presidenlah yang harus mendidik atau memberi arahan bangsa. Dua hal yang mendesak harus dilakukan. Pertama, mereformasi anggaran agar negara berubah menjadi lebih santun. Di Amerika Serikat, terkenal istilah there is no free lunch (tidak ada makan siang gratis) karena semuanya harus diperoleh dengan bekerja.Pemerintahnya menganggarkan sekitar 25% untuk menangani kemiskinan, kesehatan, dan yang paling besar untuk tunjangan manula (Baumol et. al, 2007).

Kesantunan negara ini memberi pengaruh kepada seluruh komponen bangsa Amerika untuk peduli dan tidak main-main kepada nasib bangsanya. Seperti dunia pendidikan yang kita patok 20%, kita harus berani memulai mematok jumlah yang sama untuk menyantuni rakyat. Kedua, para menteri, dan pejabat setingkat, seperti kepala kepolisian, kejaksaan, kehakiman, dan sebagainya,harus mencanangkan budaya antikorupsi. Dengan dua program di atas, diharapkan pendidikan karakter bangsa dalam skala sekolah dan karakter bangsa skala publik akan terlihat hasilnya.●

PROF BAMBANG SETIAJI
Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta

Read More......

Ironi dalam Pendapatan per Kapita USD3.000

Dengan memasuki pendapatan per kapita USD3.000, Indonesia memasuki kelompok negara berpenghasilan menengah. Namun, di saat secara nasional kita mencapai pendapatan per kapita USD3.000. Di sisi lain angka kemiskinan tidak turun secara signifikan.
Angka kemiskinan kita pada 1996 sebesar 34 juta orang,lalu tetap sama pada tahun 2008 dan menjadi 31 juta pada 2010. Menjadi pertanyaan besar, siapa yang menikmati pertambahan pendapatan sejak 1996 atau sejak era reformasi? Dan lebih penting lagi, mengapa hal ini terjadi dan bagaimana memperbaikinya?


Di negara liberal inti, kapitalisme membawa pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Ketimpangan juga terjadi di sana, tetapi rakyat dapat menerima ketimpangan tersebut.

Boumol, penulis buku Good Capitalism and Bad Capitalism, menggambarkan kapitalisme seperti gelombang pasang yang bergulung sehingga yang terbawah pun ikut terangkat ke atas. Negara liberal inti menjamin masyarakat terbawah dengan mekanisme pasar yang mendorong munculnya banyak bisnis dan lapangan kerja serta upah minimum yang sangat tinggi. Pada bisnis-bisnis kecil, pekerja dan pengusaha sering kali memperoleh keuntungan dan upah yang seimbang.

Di samping mekanisme normal tersebut, negara liberal inti menjalankan program sosial atau program welfare yang meliputi sistem pensiun yang meng-cover sangat luas, sistem asuransi kesehatan nirlaba, dan berbagai safety net untuk kelompok miskin dan korban bencana.

Program sosial kita memang tidak sebaik di negara inti. Pertanyaannya, mengapa gelombang pertumbuhan selama 15 tahun liberalisasi tidak dapat mengangkat kelompok terbawah?

Mengapa Profil Kemiskinan Tak Berubah?

Mengambil inspirasi dari Asia, khususnya dari China yang samasama berpenduduk besar dan memiliki wilayah yang luas, kemajuan Negeri Tirai Bambu yang monolitik itu dirancang dengan kepemimpinan yang kuat atau dapat dikatakan kemajuan dari atas. Kemajuan Indonesia dicapai dengan ideologi politik dan ekonomi yang terlalu liberal.

Pertama, kepemimpinan yang lemah dengan absennya partai mayoritas, kepemimpinan politik menjadi dinamis internal di mana lebih dari setengah energinya dihabiskan untuk mengurus kepentingan penyehatan koalisi dan sibuk menghadapi gangguan parlemen yang tentu saja tiada habisnya.

Rakyat dibiarkan danmenjadidewasadalammemecahkan masalahnya. Indonesia adalah negara penuh berkah. Di samping sumber daya alam yang melimpah, dikaruniai masyarakat yang baik, sabar, dan sebenarnya ulet.

Ideologi yang liberal baik di bidang politik maupun ekonomi menyebabkan kemajuan penuh kemandirian atau tanpa arahan negara. Kebaikan dari kemajuan seperti itu adalah kemandiriannya yang tinggi, mencari network dan celah bisnis dengan mengandalkan kemampuannya sendiri.

Kelemahannya adalah banyak korban karena sifat dari ekonomi yang kita jalani selama ini adalah kebebasan siapa saja untuk masuk suatu pasar. Kelompok marginal yang terdiri atas pemain yang kurang dinamis akan terdepak dari pasar yang terus menerus terbuka bagi pemain baru yang sering kali lebih kokoh.

Kejenuhan pasar menyebabkan persaingan yang superketat dan menyebabkan gelombang tekanan keluar dari pasar. Lihatlah berapa banyak investasi pompa BBM dari kota Solo dan Yogyakarta sepanjang 60 km boleh dikatakan terdapat pompa BBM pada setiap 500 meter.

Investasi apotek juga ditemukan di setiap beberapa ratus meter di kota menengah dan bahkan di ganggang kecil. Akibatnya banyak investasi yang menjadi fuso. Secara nasional, cerita di atas dapat dilihat sebagai menurunnya pertumbuhan.

Itulah salah satu sebabnya pertumbuhan ekonomi Indonesia pasca- Reformasi menjadi moderat, di sekira angka 4–5 persen per tahun. Pada masa Orde Baru, seperti China pada saat ini, kapitalismenya diarahkan oleh kepemimpinan negara yang kuat dan juga pembatasan pemain dan pengarahan dengan semi perencanaan.

Akibatnya, investasi yang ditanamkan para pelaku bisnis memperoleh semacam jaminan pasar. Modal yang terbatas sebagai ciri negara sedang berkembang menjadi efektif ditanamkan di sektor-sektor dengan pasar tertentu, tetapi dengan pemain yang terbatas.

Bentuk pasar yang oligopolistik memang tidak sampai merugikan konsumen, tapi di sisi lain menyebabkan satu sektor bisnis dapat memperoleh laba supernormal, mengakumulasi kapital, dan menanamkannya kembali dalam bentuk ekspansi usaha, bahkan mendukung penerapan teknologi atau pengembangan produk baru.

Kepemimpinan Kuat

Berbeda dari China yang memiliki kepemimpinan kuat dan relatif bersih, oligopoli dan lisensi di Indonesia selama orde Baru menyebabkan kolusi di mana lisensi diberikan dengan suap dan korupsi. Kalau begitu, kata kunci untuk memperoleh pertumbuhan yang tinggi, khususnya pada negara sedang berkembang yang memiliki akumulasi kapital terbatas (kapitalisme awal/muda), pertama, perlu diciptakan kepemimpinan yang kuat.

Kepemimpinan yang kuat dapat dicapai dengan pengaturan sistem politik yang memungkinkan adanya mayoritas. Kedua, perlu dihidupkan kembali semiperencanaan yang mengarahkan investasi dengan perhitungan pasar yang rasional, pasar-pasar yang kompetitif terkendali atau oligopoli dengan pemain yang cukup banyak, hukum yang tegas dan dapat menjamin menghilangnya korupsi.

China diuntungkan dengan titik berangkat komunisme yang memiliki capital endowment, misalnya tanah yang lebih merata. Sementara kita selama ini tidak mau mendengar soal hal tersebut. Monopoli dan oligopoli natural tanpa arahan negara selama 15 tahun terakhir memperoleh kekuatannya secara alami dan cenderung menjadi lebih liar.

Absennya semiperencanaan menyebabkan dirambahnya semua sektor oleh para pemain besar. Sebagai contoh, masuknya industri retail modern sampai di wilayah kecamatan dan perdesaan seperti akar yang merambat jauh yang menyerap potensi ekonomi daerah menuju pusat.

Inilah sebagai salah contoh yang menyebabkan ketimpangan yang lebih tinggi di Indonesia dewasa ini. Absennya inovasi karena kalah bersaing dengan negara maju dalam bidang riset menyebabkan lapangan bisnis dan lapangan pekerjaan lama diperebutkan dengan masuknya pemain baru dengan modal, pengetahuan, dan teknologi yang lebih baik.Gambaran sebagaimana disebut di atas sudah terjadi karena pada saat Reformasi menumbangkan Orde Baru harus diakui bahwa power yang dimiliki saat itu tidak terduga dan boleh dikatakan tanpa perencanaan.

Perubahan kita boleh dikatakan sangat liar dan tidak dapat mengambil manfaat yang baik dari sejarah perkembangan kita sendiri. Orde baru, bagaimanapun, berhasil menjaga pertumbuhan ekonomi yang tinggi pada masa yang sangat lama.

Orde baru juga dapat mengatasi kemiskinan dari titik yang lebih parah saat kelaparan dan hanger odeem atau penyakit kaki gajah. Reformasi kita agak salah arah karena dilaksanakan dalam situasi euforis atau kurang tenang. Sekarang adalah saatnya memikirkan kembali dengan mengambil pelajaran dari sejarah kita sendiri dan mengomparasikan dengan negara lain.(*)

Prof Bambang Setiaji
Rektor Universitas
Muhammadiyah Surakarta(Koran SI/Koran SI/ade)

Read More......

Reformasi Mesir Mau ke Mana?


Kebersamaan muslim,umat Kristen, dan sekularis di Mesir dalam menggoyang kepemimpinan Presiden Mubarak beberapa hari ini merupakan ikon demokrasi dan reformasi.

Di sisi ekonomi, demokrasi berimpit dengan kapitalisme atau mekanisme pasar. Kapitalisme menjadi sistem di atas angin sejak runtuhnya Uni Soviet, pembaharuan di China, serta mengubah Indonesia sejak reformasi menjadi penganut sistem pasar yang lebih liberal.Tanpa konsep jelas, demi yang penting menumbangkan Mubarak, diduga para pendukung akan kecewa melihat hasil reformasi sebagaimana banyak elemen di Indonesia bahkan para pencetusnya.



Mimpi negara demokrasi—dan pasangannya ekonomi pasar kapitalistik— adalah mimpi tentang keadaan yang lebih memberi kesamaan kesempatan di sisi politik dan kebebasan pasar di sisi ekonomi. Utamanya adalah kebebasan memiliki kapital dan kebebasan berusaha dengan proteksi hukum atas kontrak, kepemilikan termasuk kepemilikan asing dan hak atas kekayaan intelektual. Perpaduan ini diyakini membawa suatu bangsa menjadi maju dan berkembang.

Inti dari kemajuan itu adalah munculnya berbagai area bisnis, memungkinkan orang mengakumulasi kapital yang besar untuk diinvestasikan, mendirikan berbagai usaha baru, menghasilkan berbagai produk baru,dan meningkatkan taraf hidup. Di sisi lain,pendirian bisnis baru butuh tenaga kerja dan dengan itu lapangan pekerjaan terbuka, rakyat dapat bekerja dan memperoleh penghasilan rutin.

Rakyat itu sendiri yang menjadi pasar utama aneka produk baru itu,dan dengan kebebasan global kemudian meluas ke pasar di luar negeri yang jauh. Globalisasi memungkinkan negeri-negeri yang jauh, terutama yang sudah meratifikasi hak atas kekayaan intelektual (HAKI) menjadi bonus akumulasi kapital ketika dapat dipungut atas keikutsertaannya dalam menikmati berbagai produk abstrak yang dapat ditransfer melalui file, yaitu penggunaan softwaredalam masyarakat modern.

Demikian juga di sektor industri konvensional berupa paten dan lisensi berbagai produk. Bangsa yang cerdas dan menghasilkan banyak riset akan memenangi kompetisi global dan memakmurkan bangsanya lebih dulu sebelum menolong yang lain. Impian itulah yang ditransfer ke berbagai negara, dengan mengadopsi impian itu ekonomi Rusia tumbuh dan yang lebih spektakuler adalah ekonomi China.

Dengan pasar domestik seperlima penduduk dunia,ekonomi China tumbuh menjadi raksasa kedua setelah Amerika Serikat. Impian yang sama menghipnotis reformasi Indonesia dengan serangkaian amendemen yang apabila dicermati dari sisi ekonomi baik landasan hukum maupun praktiknya menuju ekonomi dan politik yang makin liberal. Manusia adalah makhluk unik yang sejarahnya melingkar dan berulang, berlari dari otoritarianisme politik dan penindasan militeristik terperangkap ke dalam pelukan dan penindasan kapital.

Sejak semula perbudakan ditentang karena menempatkan rakyat jelata di bawah, kemudian menjelma menjadi sistem feodal dan akhirnya sistem kapitalis, tetapi apa pun modelnya rakyat akan tetap ditempatkan di bawah. Kenyataan ini mendorong negara-negara inti kapitalis mereformasi diri dengan memberikan jaminan kesejahteraan kepada rakyat di luar sistem pasar.Pasar seharusnya mensyaratkan transaksi atau kerja untuk memperoleh suatu bagian dari kue nasional.

Akan tetapi, kenyataan bahwa pasar tidak peduli kepada si lemah, maka negara melakukan intervensi sehingga sistem pasar di negara kapitalisme inti tidak murni lagi. Ironisnya negara dunia ketiga yang mengikutinya justru lebih liberal, dengan nihilnya berbagai program bantuan langsung di luar transaksi di pasar.

Di negara inti, kesejahteraan rakyat yang cukup tinggi dilindungi dengan penetapan upah minimum relatif tinggi yang disuntikkan kepada pasar,jaminan hari tua bagi seluruh rakyat, sistem yang menjamin pendidikan dan kesehatan, sistem tunjangan bila terjadi pemutusan hubungan kerja, dan bantuan kemiskinan, satu sama lain menjadi prasyarat supaya pengusaha berani berinvestasi pada penciptaan barang yang baru.

Kekecewaan terhadap negara pengikut setelah demokratisasi dan liberalisasi pasar bahkan dilontarkan oleh para pencetus reformasi sendiri, setelah menyadari bahwa ekonomi liberal membuat berbagai ketimpangan.Itulah yang dirasakan sebagai kebohongan atau ironisme di Indonesia yang dua belas tahun mendahului Mesir sekarang. Negara-negara pengikut tentu saja belum siap dengan perangkat sosial, sesekali ada yang mirip seperti program bantuan operasi sekolah, bantuan langsung tunai, dan upah minimum.

Semua hal itu diberikan di luar mekanisme pasar, namun perangkat suprastruktur yang tidak genuine dikemas dalam hasrat berkuasa atau melestarikan kekuasaan,menyebabkan lahirnya perasaan umum sebagai imitasi atau kepalsuan. Kapitalisme negara ketiga tanpa disertai temuan produk baru dan umumnya hanya pengulangan produk tua atau imitasi atau relokasi produk yang ditinggalkan oleh negara inti.Hal tersebut menyebabkan kekosongan, ironi atau kejanggalan yang bersumber kepada kesenjangan yang besar antara kelompok yang memperoleh berkah modernisasi dan sebagian besar rakyat.

Tirani Kapital

Walaupun di negara inti sistem kapitalis menunjukkan keberhasilannya dalam meningkatkan ekonomi dan sistem kesejahteraan sosialnya mampu memberikan perlindungan rakyat, masih terdapat masalah lain yang harus disadari dan dicermati dalam mereformasi diri dengan mengadopsi kapitalisme.Reformasi didasarkan kepada tiga pilar yaitu kebebasan politik, kebebasan ekonomi, dan perlindungan hak asasi.

Namun, perlu disadari kapitalisme yang merupakan inti dari kebebasan ekonomi memiliki berbagai perangkap yang bisa memakan pilar yang lain, sebagaimana otoritarianisme politik di negara ketiga memakan pilar ekonomi dan hak asasi.Kapitalisme dapat memakan pilar politik manakala uang menjadi panglima. Media iklan dan televisi yang makin mahal menjadi pelengkap yang sempurna dalam menyeleksi calon pemimpin bangsa di berbagai level.

Kontrak antara kapital dan penguasa merupakan suprastruktur yang nyata. Hubungan kapital dan pilar hak asasi terwujud melalui kebebasan itu sendiri, kombinasi kebebasan pasar yang semula dirancang untuk memunculkan ide-ide baru dalam berbagai produk,peran kapital, advertensi, dan suasana umum yang hedonis. Singkatnya budaya uang dan pasar,walaupun terdapat kebebasan untuk masuk dan tidak masuk ke suatu pasar, kekuatan sistem itu bisa menciptakan situasi mau tidak mau atau keterpaksaan atau penindasan.

Banyak pekerja menerima pekerjaan yang buruk bahkan hina seperti trafficking dan prostitusi yang langsung atau tidak langsung merupakan produk kapitalisme. China membayar kemajuannya dengan hal seperti ini.Mesir,sebagaimana Indonesia, adalah bangsa religius yang akan merasakan hal seperti ini makin kuat saja.Penindasan kapital lainnya tentu saja dalam hal memenangkan kompetisi dalam melayani suatu pasar yang tertentu dengan menyingkirkan pemain kecil.

Hal ini bisa diukur dari tingkat konsentrasi atau tingkat monopoli yang bersumber dari perbedaan kepemilikan kapital awal. Dalam banyak kesempatan para ilmuwan Barat,misalnya Boumol dalam buku Good Capitalism dan Bad Capitalism, yang jengkel melihat arah ekonomi dan distribusi penggunaan pendapatan di negara-negara kerajaan dan pseudo kerajaan di Timur Tengah, memang berkesimpulan bahwa revolusi yang memotong seluruh akar oligarki merupakan pilihan tak terhindarkan. Dan Mesir adalah negara sangat berpengaruh di timur tengah, mudah-mudahan reformasinya tidak salah arah.(*)

Prof Bambang Setiaji
Rektor Universitas
Muhammadiyah Surakarta

Read More......

Kendala dalam Mengurai Kasus Gayus

Gayus menyita sangat besar perhatian masyarakat dengan bantuan TV dan media cetak,kasus ini bisa menjadi momentum untuk memperbaiki banyak aspek vital menuju tata kelola negara yang lebih baik.

Kita beruntung dengan rentetan aksi Gayus, seperti keluar dari penjara dan pergi ke luar negeri, yang dengan demikian dapat terkuak betapa mendalam dan luasnya kasus suap dan korupsi masih bercokol. Jangan lupa kasus ini diungkap oleh Komisaris Jenderal Polisi Susno Duadji yang menggambarkan keterkaitan para petinggi Polri. Karena kasus Gayus malang melintang di pengadilanpajak,tentusajainstitusi kejaksaan dan institusi pengadilan tidak luput dari persoalan ini.

Dengan demikian, bila kasus ini dikelola dan dikoordinasi dengan baik di tingkat presiden dapat memberes kan pilar-pilar penegakan hukum terpenting.Instruksi presiden dapat memberi harapan sementara karena akan dapat dijadikan alat para petinggi di berbagai institusi penegak hukum untuk membersihkan internalnya masing-masing.

Korupsi pajak menyangkut banyak aspek, pertama masalah kecukupan APBN itu sendiri yang menyangkut kelangsungan negara dan kemerdekaan negara karena jika pemasukan dari pajak mencukupi, maka hutang luar negeri dan juga dalam negeri tidak diperlukan atau dapat dikurangi. Negara juga menjadi lebih independen dan kemampuan negara untuk memberikan kesejahteraan, katakanlah kepada rakyat bawah,menjadi meningkat.



Berbagai Kendala

Kendala pertama dalam menuntaskan kasus Gayus walaupun sudah ada instruksi presiden yang agak mengambang,karena normatif dan generik, tentu saja menjadi perlindungan korps di berbagai institusi. Masing-masing pemain memegang kartu sehingga tidak mudah membereskan korpsnya sendiri. Karena terdapat tiga institusi penyelidik dan penyidik, tegas digariskan bahwa KPK hendaknya memeriksa oknum yang diduga terlibat di Polri dan Kejaksaan,dan sebaliknya kedua institusi dapat memeriksa KPK apabila ditengarai memiliki masalah hukum.

Masalah keimigrasian yang diduga kuat menerima suap dalam soal paspor dapat dan sudah dilakukan penyidikan oleh kepolisian. Di Kementerian Keuangan, sebagaimana pernyataan Gayus, terdapat banyak big fish. KPK mestinya masuk ke ranah ini, karena relatif lebih tidak terkait dengan kemungkinan conflict of interest. Big fish bisa jadi adalah donatur partai yang signifikan dan masalah ini bisa lebih dihindari dengan masuknya KPK daripada institusi penegak hukum lain.

Posisi Pengusaha?

Ini merupakan kendala yang pelik. Pertama, sebagaimana diketahui, pengusaha banyak yang menjadi pemimpin partai politik di berbagai level.Kedua,dan ini yang lebih penting, sadarkah kita betapa luas pengusaha yang berusaha menguntit pajak? Gayus saja menangani 151 perusahaan nasional, kalau ini dijadikan sebuah sampel,dan melihat perilaku Gayus seperti itu,kecil kemungkinan Gayus menawarkan “jasa konsultasinya” hanya kepada sebagian perusahaan yang ditangani.

Apabila perusahaan yang ditangani oleh Gayus dijadikan sampel, dapat dihipotesiskan 90% pengusaha melakukan usaha penyelewengan pajak. Dengan kata lain,jumlah pajak yang diperoleh oleh pemerintah yang tergambar di APBN dan APBD di seluruh negara.Pajak adalah sisi pemasukan dari anggaran, sedang sisi kebutuhan atau sisi pengeluarannya juga bermasalah.Yaitu sejauh mana kapasitas berbagai departemen membelanjakan uang negara dengan efisien dan memiliki efektivitas dalam menyejahterakan rakyat.

Pilihan-pilihan proyek di berbagai kementerian, apakah sudah cukup kreatif dan efektif dalam menyejahterakan rakyat atau membelanjakan uang negara dengan tujuan sekadar menghabiskan anggaran? Walau sekadar habis itu pun bermanfaat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan permintaan di berbagai industri, akan tetapi pembelanjaan yang kreatif benar-benar dapat membangkitkan kemampuan rakyat. Misalnya yang sederhana, bagaimana belanja itu tetap bersih dari korupsi tetapi bermanfaat untuk membangkitkan industri dalam negeri yang seharusnya makin canggih.

Contohnya, belanja perangkat information and communication technology (ICT) pemerintah, kenapa tidak diharuskan merek atau setidaknya yang dirakit di dalam negeri? ICT merupakan industri tahap ketiga yang terbukti memajukan berbagai negara Asia. Singkatnya, kapasitas membelanjakan dana hasil pajak belum sepenuhnya memenuhi harapan. Dengan kata lain, kebutuhan pajak sebenarnya dapat dipenuhi dengan tarif pajak yang lebih rendah tetapi dipungut dengan bersih, tiada suap.

Tarif pajak yang lebih rendah akan mendorong investasi asing dan domestik lebih bersemangat. Meningkatnya investasi akan mengurangi pengangguran yang juga lebih penting untuk segera diatasi. Sementara, tarif pajak yang lebih rendah dapat dilakukan dengan membereskan “Gayus- Gayus”di Kementerian Keuangan. Perilaku pengusaha yang lalu dapat diputihkan dalam arti tidak perlu dipidanakan, mengingat luasnya kasus ini,bahkan mereka diajak transparan berapa kemampuan riilnya membayar pajak tanpa suap dan manipulasi angka-angka.

Read More......
 

different paths

college campus lawn

wires in front of sky

aerial perspective

clouds

clouds over the highway

The Poultney Inn

apartment for rent