Prof. Bambang Setiaji

Rektor Univ Muhammadiyah Surakarta

More About Me...

Lahir di Pacitan, 24 Desember 1956 dari pasangan ibu bernama Tentrem dan ayah bernama Harsono (alm) seorang guru dan Kepala Sekolah SD Tulakan Pacitan. Kakek juga seorang guru dan kepala sekolah dengan gaya pendidikan warisan pemerintahan kolonial yang khas.

Assalamu' alaikum..

Selamat datang di website ini. Blog ini berisi gagsan kami yg dipublikasi di koran, buku, dan bahan kuliah. Web ini dibuat oleh keponakan saya Bukhori, saya ucapkan terima kasih atas bantuannya. Selamat menjelajah!

Ekonomi Kita Makin Senjang


Pada akhir tahun berbagai daerah umumnya sudah memutuskan upah minimum kota (UMK) dan upah minimum propinsi untuk 2011.

Perdebatan terjadi seperti ritual antara buruh, khususnya perwujudan yang terbawah, pengusaha, dan pemerintah. Dalam laporan BPS, besaran upah minimum merentang dari Rp700 ribu-an di Jawa sampai Rp1,3 juta di kota-kota mahal seperti DKI dan Papua.


Kota-kota dengan pendapatan regional domestik bruto (PDRB) tinggi menetapkan upah minimum sedikit di atas satu juta rupiah sebulan. Upah minimum didesain selalu meningkat setiap tahun dan tentu saja untuk meng-cover kenaikan itu.

Maka harga-harga juga harus selalu meningkat setiap tahun. Buruh umumnya mengalami situasi ilusi uang. Lebih senang terhadap kenaikan upah walaupun disertai kenaikan harga daripada tidak terjadi kenaikan upah dan juga tidak terjadi kenaikan harga.

Kenaikan upah adalah prestasi dari serikat pekerja yang setiap tahun ingin membuktikan dapat memberi prestasi kenaikan upah kepada anggotanya walaupun kenaikan itu hanya secara nominal.

Dalam merespons kenaikan upah, para pengusaha dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang memiliki kekuatan di pasar mereka akan menggeser seluruh beban tenaga kerja menjadi kenaikan harga.

Pengusaha yang tidak memiliki kekuatan di pasar akan menyerap sebagian atau seluruh kenaikan itu untuk mengurangi keuntungan. Akumulasi kenaikan upah ini akhirnya akan membuat pengusaha marginal gulung tikar dan keluar dari industri tertentu.

Akhirnya akan selalu terjadi restrukturisasi industri dengan pola pemain marginal akan menciut menuju industri yang oligopolisik yang berada pada penguasaan beberapa pemain. Industri-industri informal yang bermain di luar upah minimum tetap dapat berpartisipasi di pasar yang sangat kompetitif, dengan konsekuensi upah pekerja yang rendah dan digerogoti inflasi, khususnya inflasi pangan yang selama beberapa tahun ini terlihat tinggi. Buruh pada sektor ini diduga makin miskin saja.

Globalisasi Industri

Pada level global, perjalanan industri ditandai oleh perpindahan kapital dari negara dengan upah tinggi ke negara dengan upah rendah, dengan syarat pekerja memiliki keahlian yang cukup terutama untuk industri perakitan. China dan India memperoleh berkah dari relokasi ini.

Daya saing pekerja di negara berupah tinggi,misalnya di AS merosot dari semula memperoleh sekira 66 persen dari nilai tambah menjadi lebih rendah. Di Indonesia pekerja di sektor manufaktur hanya mendapat sekira 19 persen dari nilai tambah. Kenaikan upah yang selalu terjadi tidak memperbaiki angka ini karena selalu dibayangi oleh kenaikan harga-harga.

Sebaliknya, akhir-akhir ini upah riil pekerja China mulai meningkat. Daya serap ekonomi China yang dari seperlima penduduk dunia masih memerlukan waktu lama untuk meneteskan berkahnya ke negara lain di Asia. Mekanisme penetesan itu adalah ketika ekonomi China makin jenuh oleh barang industri dan upah pekerja riil sudah mulai meninggi mendekati negara asal modal.

Struktur industri dilihat dari pembagian peran antarnegara di masa depan terlihat dari peran negara maju pada riset dan pengembangan, inovasi industri baru, dan penanaman kapital di berbagai negara. Selain itu, pasar modal yang mulai jenuh, dengan harga yang sudah tinggi yang menjadi harapan penduduk yang menua memerlukan new emerging market.

Peran negara sedang berkembang adalah assembling, menyediakan tenaga kerja terampil dan tetap murah, serta diharapkan menjadi pembeli di pasar modal negara maju yang harus terus meningkat.

Para pekerja yang lebih terampil dan yang beruntung dapat menikmati upah yang relatif tinggi di sektor industri pilihan dan berkait asing. Di sektor ekspor khususnya yang berkait dengan pemanfaatan hasil hutan, pekerja setengah artis yang disebut tukang yang cukup tampil memperoleh upah yang lumayan dan selalu di atas upah minimum.

Sebagian besar pegawai negeri yang tidak menjabat dan terlibat dalam birokrasi yang menikmati berkah membelanjakan anggaran negara umumnya berada di atas upah minimum, tetapi tetap jauh dari rata-rata pendapatan per kapita nasional.

Aplikasi produksi massa untuk melayani pasar dunia dan di reimpor ke negara asal modal dinikmati negara sedang berkembang yang paling siap dan menerima berkah. Mengapa semua menuju China, demikianlah karakteristik ekonomi pasar liberal nirperencanaan, di mana perkembangan dipusatkan pada satu tempat yang paling memungkinkan sampai jenuh dan timbul negara lain yang lebih kompetitif. Dengan kata lain, kita harus sabar menunggu bersama bergulirnya waktu.

Keluarga-Keluarga Buruh

Dengan besaran upah sebagaimana digambarkan di atas, untuk mendeteksi kesenjangan, dan dengan asumsi keluarga kecil sebesar empat orang, dua anak dan satu pasangan, ketersediaan konsumsi per orang masih kurang dari satu USD1 sehari, yang merupakan batas kemiskinan terbawah versi Bank Dunia.

Seandainya pasangan bekerja maka perkiraan penghasilan sekira Rp1,5 juta sebulan, keluarga-keluarga ini mulai masuk prasejahtera dengan ketersediaan konsumsi USD1 sehari. Apabila diukur dengan batas kemiskinan USD2 sehari, bisa dipastikan hampir seluruh buruh, pekerja pertanian yang sangat besar, dan pekerja lain yang setingkat berada pada kelompok miskin tersebut.

Sementara itu, pertumbuhan ekonomi yang terjadi membawa pendapatan per kapita Indonesia memasuki angka USD2.750-an per kapita pada 2010.

Masih dengan asumsi yang sama, keluarga kecil empat orang, berarti rata-rata satu keluarga Indonesia memiliki ketersediaan konsumsi USD11 ribu setahun atau sekira Rp8,3 juta per bulan.

Dengan demikian, upah buruh masih berkisar delapan persen dari rata-rata pendapatan nasional. Karena populasi buruh di sektor industri, pertanian, perdagangan, angkutan, dan sektor-sektor yang lain merupakan mayoritas rakyat, bisa kita bayangkan struktur pendapatan kita di mana mayoritas rakyat hanya mendapat sedikit bagian.

Hanya sekira delapan persen dari rata-rata, dan sisanya sebagian besar pendapatan nasional dinikmati oleh kelompok nonburuh. Siapakah mereka? Mereka yang diamati menikmati pertumbuhan ekonomi nasional adalah para penerima laba, para eksekutif yang gajinya memiliki kelipatan gaji sangat besar dibanding para pekerja terbawah, birokrasi pemerintah yang membelanjakan anggaran, dan politisi.(*)

Prof Bambang Setiaji
Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta(Koran SI/Koran SI/ade)

Read More......

Harga Pangan dan Rakyat Kecil


Prof. Bambang Setiaji
Rektor Univ Muhammadiyah Surakarta)

Ekonomi kita secara umum membaik, sebagaimana ditunjukkan oleh data BPS, kita mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup, sebesar 3,9 pada triwulan ketiga dibanding triwulan ke dua, dan cerara komulatif tumbuh 4,2 persen. Pertumbuhan di kwartal ketiga terjadi pada semua sektor ekonomi dan yang tertinggi terjadi pada sektor pertanian yang tumbuh sebesar 7,3 persen. Akan tetapi pada saat yang sama terjadi kenaikan harga-harga yang konsisten terjadi pada beberpa tahun terakhir. Kenaikan harga-harga tertinggi justru terjadi pada bahan pangan yang merupakan kebutuhan pokok rakyat.

Pada saat ekonomi secara umum tumbuh, mungkin sebagian besar rakyat terbawah memburuk yang bisa dilihat dari perilaku harga kebutuhan pokok dan yang terpenting dari itu adalah kebutuhan survival berupa bahan pangan. Rentangan eknomi kita yang sejak semula dicirikan oleh dual sirkuit, yaitu, ekonomi pemerintah belanda dan pengusaha asing yang mencapai kemakmuran karena menjadi penghubung komoditi domestik yang tradable dan pusat-puat kemakmuran dunia serta ekonomi rakyat yang membentuk sirkuit sisa yang diperebutkan dengan sangat kompetitif oleh jutaan pemain kecil.
Arti dari data BPS diatas adalah terjadinya pertumbuhan di sektor pertanian menunjukkan bahwa jumlah nilai riel bahan pangan secara nasional meningkat. Akan tetapi belum tentu hal tersebut menunjukkan jumlah persediaan pangan untuk ketahanan nasional. Terutama kalu nilai riel terjadi dari sumbangan bahan pangan yang diperdagangkan ke luar.
Mengupas pertumbuhan ekonomi memang selalu dapat dikonfrontir dengan siapa yang tumbuh, atau kemana atau kepada siapa pertumbuhan diperuntukkan. Perlu dielaborasi lebih jauh apakah pangan yang tumbuh nilainaya adalah produk perdagangan yang mungkin dijual ke luar saja, atraukah persediaan untuk rakyat banyak. Di Jawa Tengah yang merupakan lumbung padi misalnya sudah tiga kali gagal panen. Aset petani di beberapa daerah sudah habis sementara pemerintah berpangku tangan. Pemerintah daerah terlalu besar memiliki discretion, sehingga sejauh mana anggaran untuk rakyat tergantung dari siapa pemimpin daerahnya. Fokus atau cirri khas memang dibolehkan, tetapi tidaklah terlalu berbeda satu dengan yang lainnya yang menggambarkan tiadanya standar dalam mengelola negara.
Para petani yang umumnya berskala kecil, sekali mengalami gagal panen langsung berubah menjdi konsumen daripada produsen. Malangnya, ketika gagal panen terjadi beruntun di sisi lain menghdapi harga pangan untuk survival yang terus merangkak. Pemerintah tidak atau belum memiliki sistem perlindungan kepada rakyat. Mestinya pada situasi seperti ini secara legal APBN atau APBD dapat mengucur kepada petani yang setia kepada ketahanan pangan. Negara maju, misalnya Jepang memback up petani sedemikian rupa sehingga mereka bisa hidup dan membantu ketahanan pangan bangsanya.

Sumber-sumber Tekanan Harga
Kenaikan harga-harga dapat disebabkan oleh dua sisi baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Desakan permintaan dapat menyebabkan harga-harga pangan terus meningkat, misalnya bersamaan dengan datangnya hari raya, permintaan untuk ekspor yang disebabkan oleh permintaan riel luar negeri. Perbedaan pendapatan yang makin timpang juga menyebabkan permintaan yang meningkat yang dibarengi oleh kesulitan daya beli oleh kelompok bawah.
Walaupun di beberapa daerah mengalami gagal panen akibat hama wereng, namun secara keseluruhan produksi belum tentu berkurang. Data tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa produksi padi sebagai bahan pangan utama terus meningkat dari 57 juta ton pada 2008, menjadi 60 juta ton pada2009, dan untuk tahun 2010 diperkirakn mencapai 64 juta ton. Data untuk tahun 2010 yang diprediksi panen 64 juta ton bisa ditinjau ulang apabila hama wereng tidak dapat diatasi segera. Berkurangnya penawaran akibat gagal panen atau penimbunan oleh pedagang, berakibat langsung terhadap meningaktnya harga pangan. Walaupun kenyataannya produksi meningkat, kenaikan harga-harga bisa disebabkan oleh informasi gagal panen dan harapan kedepan pedagang bahwa akan terjadi kekurangan pasokan. Para pedagangn sering mengambilm satu langkah di depan untuk mengantisipasi kelebihan atau kekurangan pasokan.
Kenaikan biaya faktor produksi yang juga akan berakibat kepada harga-harga umum, dipicu oleh kenaikan tarif dasar listrik, ekspektasi terhadap kenaikan BBM, dan yang selalu terus terencana adalah kenaikan upah pekrja. Tiga kenaikan harga faktor ini ternyata semuanya bersumber kepada pemerintah. TDL dan BBM terkait dengan pengurangan subsidi dalam APBN, sedangkan kenaikan upah yag memang ditetapkan oleh pemerintah melalui upah upah minimum (UM), juga dipicu oleh peningkatan gaji pegawai pemerinath yang terus menerus dilakukan. Gaji pemerintah seringkali menyetir kenaikan gaji di sektor swasta, di mana pemerintah selalu mengumumkan kenaikan-kenaiakn gaji pegawainya. Pejabat pemerintah (DPR dan jabatan politis di pemerintahan) sendiri berkaca kepada gaji kelompok manajerial di sektor swasta, sementara pekerja produksi diinspirasi oleh kenaikan gaji PNS. Tiga kenaikan faktor yang selalu berulang setiap tahun menyebabakan bisnis yang tergesa-gesa atau kurang tenang (ekonomi yang sering memanas). Sebaiknya tinjauan gaji dilakukan dua tahunan sehingga pengusaha terutama yang bermain di sektor yang kempetetitif agak sedikit memeroleh ketenangan.
Kenaikan Harga Pangan dan Orang Miskin Baru
Harga pangan yang terus meningkat beberapa waktu ini diperkirakan sebesar rata-rata 25 persen dalam 2,5 tahun terakhir, dengan kenaikan yang signifikan pada setengah tahun 2010. Beras yang merupakan komoditi paling sensitif karena merupakan menu wajib yang harus ada, meningkat sangat pesat dari sekitar 5000 rupiah pada bulan januari menjadi sekitar 7000 di bulan juli 2010 atau meningkat sekitar 40 persen. Kenaikan harga beras memberi efek psikologis yang buruk bagi kelompok bawah.
Walaupun kenaikan harga komoditi pangan cukup pesat, ternyata tidak memperbaiki Nilai Tukar Petani (NTP). Artinya bahwa bukan petani yang menikmati kenaikan harga pangan, melainkan para pedagang atyau distributor. Sebagaimana dikemukakan di atas bahkan pada gagal panen di Jawa Tengah di mana petani berubah menjadi konsumen, kenaikan harga pangan sangat memberatkan petani yang berubah menjadi pembeli. Nilai tukar Petani (NTP) tidak lain adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani dengan harga yang harus dibayar oleh petani. Sebagai sektor yang boleh diakatakan terbelakang dan menampung sekitar 40 persen penduduk, NTP merupakan analisis yang penting.
Kenaikan harga pangan sebagai kebutuhan pokok menimbulkan orang miskin baru (OMB) sebagai padanan dari orang kaya baru (OKB) yang menjadi kaya karena windfall dari suatu komiditi. OMB terdiri dari petani pembeli dan para pekerja bawah yang menerima upah tetap di sekitar UMR (upah minimum regional). Petani dan OMB ini merupakan mayoritas yang secara politik kurang berdaya (silent majority) yang aspirasinya sering terabaikan dalam kebijakan nasional


Read More......

Prof. Bambang Setiaji
Rektor Univ Muhammadiyah Surakarta)

Ekonomi kita secara umum membaik, sebagaimana ditunjukkan oleh data BPS, kita mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup, sebesar 3,9 pada triwulan ketiga dibanding triwulan ke dua, dan cerara komulatif tumbuh 4,2 persen. Pertumbuhan di kwartal ketiga terjadi pada semua sektor ekonomi dan yang tertinggi terjadi pada sektor pertanian yang tumbuh sebesar 7,3 persen. Akan tetapi pada saat yang sama terjadi kenaikan harga-harga yang konsisten terjadi pada beberpa tahun terakhir. Kenaikan harga-harga tertinggi justru terjadi pada bahan pangan yang merupakan kebutuhan pokok rakyat.

Pada saat ekonomi secara umum tumbuh, mungkin sebagian besar rakyat terbawah memburuk yang bisa dilihat dari perilaku harga kebutuhan pokok dan yang terpenting dari itu adalah kebutuhan survival berupa bahan pangan. Rentangan eknomi kita yang sejak semula dicirikan oleh dual sirkuit, yaitu, ekonomi pemerintah belanda dan pengusaha asing yang mencapai kemakmuran karena menjadi penghubung komoditi domestik yang tradable dan pusat-puat kemakmuran dunia serta ekonomi rakyat yang membentuk sirkuit sisa yang diperebutkan dengan sangat kompetitif oleh jutaan pemain kecil.
Arti dari data BPS diatas adalah terjadinya pertumbuhan di sektor pertanian menunjukkan bahwa jumlah nilai riel bahan pangan secara nasional meningkat. Akan tetapi belum tentu hal tersebut menunjukkan jumlah persediaan pangan untuk ketahanan nasional. Terutama kalu nilai riel terjadi dari sumbangan bahan pangan yang diperdagangkan ke luar.
Mengupas pertumbuhan ekonomi memang selalu dapat dikonfrontir dengan siapa yang tumbuh, atau kemana atau kepada siapa pertumbuhan diperuntukkan. Perlu dielaborasi lebih jauh apakah pangan yang tumbuh nilainaya adalah produk perdagangan yang mungkin dijual ke luar saja, atraukah persediaan untuk rakyat banyak. Di Jawa Tengah yang merupakan lumbung padi misalnya sudah tiga kali gagal panen. Aset petani di beberapa daerah sudah habis sementara pemerintah berpangku tangan. Pemerintah daerah terlalu besar memiliki discretion, sehingga sejauh mana anggaran untuk rakyat tergantung dari siapa pemimpin daerahnya. Fokus atau cirri khas memang dibolehkan, tetapi tidaklah terlalu berbeda satu dengan yang lainnya yang menggambarkan tiadanya standar dalam mengelola negara.
Para petani yang umumnya berskala kecil, sekali mengalami gagal panen langsung berubah menjdi konsumen daripada produsen. Malangnya, ketika gagal panen terjadi beruntun di sisi lain menghdapi harga pangan untuk survival yang terus merangkak. Pemerintah tidak atau belum memiliki sistem perlindungan kepada rakyat. Mestinya pada situasi seperti ini secara legal APBN atau APBD dapat mengucur kepada petani yang setia kepada ketahanan pangan. Negara maju, misalnya Jepang memback up petani sedemikian rupa sehingga mereka bisa hidup dan membantu ketahanan pangan bangsanya.

Sumber-sumber Tekanan Harga
Kenaikan harga-harga dapat disebabkan oleh dua sisi baik dari sisi permintaan maupun penawaran. Desakan permintaan dapat menyebabkan harga-harga pangan terus meningkat, misalnya bersamaan dengan datangnya hari raya, permintaan untuk ekspor yang disebabkan oleh permintaan riel luar negeri. Perbedaan pendapatan yang makin timpang juga menyebabkan permintaan yang meningkat yang dibarengi oleh kesulitan daya beli oleh kelompok bawah.
Walaupun di beberapa daerah mengalami gagal panen akibat hama wereng, namun secara keseluruhan produksi belum tentu berkurang. Data tiga tahun terakhir menunjukkan bahwa produksi padi sebagai bahan pangan utama terus meningkat dari 57 juta ton pada 2008, menjadi 60 juta ton pada2009, dan untuk tahun 2010 diperkirakn mencapai 64 juta ton. Data untuk tahun 2010 yang diprediksi panen 64 juta ton bisa ditinjau ulang apabila hama wereng tidak dapat diatasi segera. Berkurangnya penawaran akibat gagal panen atau penimbunan oleh pedagang, berakibat langsung terhadap meningaktnya harga pangan. Walaupun kenyataannya produksi meningkat, kenaikan harga-harga bisa disebabkan oleh informasi gagal panen dan harapan kedepan pedagang bahwa akan terjadi kekurangan pasokan. Para pedagangn sering mengambilm satu langkah di depan untuk mengantisipasi kelebihan atau kekurangan pasokan.
Kenaikan biaya faktor produksi yang juga akan berakibat kepada harga-harga umum, dipicu oleh kenaikan tarif dasar listrik, ekspektasi terhadap kenaikan BBM, dan yang selalu terus terencana adalah kenaikan upah pekrja. Tiga kenaikan harga faktor ini ternyata semuanya bersumber kepada pemerintah. TDL dan BBM terkait dengan pengurangan subsidi dalam APBN, sedangkan kenaikan upah yag memang ditetapkan oleh pemerintah melalui upah upah minimum (UM), juga dipicu oleh peningkatan gaji pegawai pemerinath yang terus menerus dilakukan. Gaji pemerintah seringkali menyetir kenaikan gaji di sektor swasta, di mana pemerintah selalu mengumumkan kenaikan-kenaiakn gaji pegawainya. Pejabat pemerintah (DPR dan jabatan politis di pemerintahan) sendiri berkaca kepada gaji kelompok manajerial di sektor swasta, sementara pekerja produksi diinspirasi oleh kenaikan gaji PNS. Tiga kenaikan faktor yang selalu berulang setiap tahun menyebabakan bisnis yang tergesa-gesa atau kurang tenang (ekonomi yang sering memanas). Sebaiknya tinjauan gaji dilakukan dua tahunan sehingga pengusaha terutama yang bermain di sektor yang kempetetitif agak sedikit memeroleh ketenangan.
Kenaikan Harga Pangan dan Orang Miskin Baru
Harga pangan yang terus meningkat beberapa waktu ini diperkirakan sebesar rata-rata 25 persen dalam 2,5 tahun terakhir, dengan kenaikan yang signifikan pada setengah tahun 2010. Beras yang merupakan komoditi paling sensitif karena merupakan menu wajib yang harus ada, meningkat sangat pesat dari sekitar 5000 rupiah pada bulan januari menjadi sekitar 7000 di bulan juli 2010 atau meningkat sekitar 40 persen. Kenaikan harga beras memberi efek psikologis yang buruk bagi kelompok bawah.
Walaupun kenaikan harga komoditi pangan cukup pesat, ternyata tidak memperbaiki Nilai Tukar Petani (NTP). Artinya bahwa bukan petani yang menikmati kenaikan harga pangan, melainkan para pedagang atyau distributor. Sebagaimana dikemukakan di atas bahkan pada gagal panen di Jawa Tengah di mana petani berubah menjadi konsumen, kenaikan harga pangan sangat memberatkan petani yang berubah menjadi pembeli. Nilai tukar Petani (NTP) tidak lain adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani dengan harga yang harus dibayar oleh petani. Sebagai sektor yang boleh diakatakan terbelakang dan menampung sekitar 40 persen penduduk, NTP merupakan analisis yang penting.
Kenaikan harga pangan sebagai kebutuhan pokok menimbulkan orang miskin baru (OMB) sebagai padanan dari orang kaya baru (OKB) yang menjadi kaya karena windfall dari suatu komiditi. OMB terdiri dari petani pembeli dan para pekerja bawah yang menerima upah tetap di sekitar UMR (upah minimum regional). Petani dan OMB ini merupakan mayoritas yang secara politik kurang berdaya (silent majority) yang aspirasinya sering terabaikan dalam kebijakan nasional


Read More......

Tabung Gas, Keselamatan, dan Tugas Negara


Kecelakaan tabung gas yang pada awalnya dibiarkan pemerintah, dengan desakan publik terutama pers, kini mendapat perhatian yang besar. Itulah sebabnya masalah ini ditangani langsung Wakil Presiden.

Pemerintah sudah seharusnya memiliki tanggung jawab yang besar terhadap keselamatan rakyat. Makna negara menjadi menghilang apabila negara membiarkan rakyat menjadi korban penjualan produk-produk yang berbahaya bagi keselamatan. Pemerintah tidak boleh membiarkan satu nyawa pun atau satu rumah pun dari warga negaranya menjadi korban.

Di negara maju, pemerintah mempunyai banyak komite yang bertugas memverifikasi dan mengawasi produk-produk yang dijual ke publik.Dimulai dari keselamatan transportasi, kereta api, penerbangan hingga transportasi laut. Lalu makanan, bahan makanan, dan obat-obatan, segala macam produk industri tidak ada yang luput dari komite keselamatan yang membuat peraturan-peraturan yang ketat.

Beberapa waktu yang lalu produk mainan anakanak yang diimpor dari China terkena larangan yang berasal dari komite keselamatan seperti ini. Sayangnya, produk-produk yang tidak lolos di negara maju dilempar ke negara sedang berkembang yang masih lemah dalam pengawasan. Di Amerika Serikat,komite seperti ini berjumlah sama banyaknya dengan jumlah industri.

Mereka terdiri atas orang-orang ahli, banyak di antaranya para pensiunan yang sangat ahli dalam bidangnya. Mereka menghasilkan puluhan ribu lembar peraturan yang harus dipatuhi para pemain di berbagai industri. Amerika Serikat adalah negara bebas, negara yang memenuhi contoh demokrasi ekonomi, tetapi yang menyangkut keselamatan rakyat, mereka memiliki regulasi yang sangat ketat.

Itulah sebabnya,walaupun rakyat memiliki kebebasan berusaha, tidak mudah memenuhi regulasiregulasi di semua bidang. Ini semua mencerminkan tanggung jawab negara yang besar terhadap keselamatan rakyat. Di Indonesia, sebelum bicara tata niaga tabung gas, pemerintah telah gagal mengatasi masalah penggunaan zat-zat berbahaya dalam industri makanan seperti penggunaan formalin,

boraks, zat warna yang berbahaya dalam makanan, dan akhir-akhir ini alkohol berkadar sangat tinggi yang merenggut nyawa ratusan generasi muda.Sangat mengherankan karena wartawan televisi saja bisa mengorek masalah ini dan menyiarkannya secara reguler, tetapi aparat negara yang banyak dan lengkap seperti tidak berkutik.

*** Pemerintah membiarkan atau tidak berhasil mengatasi hal seperti ini karena masih terdapat paradigma tentang harga keselamatan umum yang rendah. Efek dari komite pengawasan yang rendah terhadap industri makanan dan minuman bersifat tidak langsung, tetapi sebenarnya lebih besar dan lebih berbahaya daripada akibat yang terjadi dari masalah tabung gas dan efek pada industri penerbangan yang memiliki prevalensi kecelakaan yang relatif tinggi.

Jadi persoalannya adalah bagaimana menjadikan negara memiliki paradigma layanan atau visi menomorsatukan keselamatan publik. Tata niaga tabung gas yang dibagikan gratis diserahkan kepada Pertamina dan tentu saja Pertamina melakukan kontrak dengan beberapa perusahaan pembuat tabung.Waktu itu program peralihan ke tabung gas sangat singkat dan pengadaan tabung diduga dikebut tanpa pengawasan memadai.

Tabung-tabung ukuran 3 kg yang diperuntukkan bagi rakyat bawah terlihat banyak yang berkarat dan rusak dibandingkan tabung gas ukuran standar. Dari sini saja terlihat cara berpikir yang salah,karena tabung ini diberikan gratis kepada rakyat bawah,tanpa sadar seluruh bagian terkait berpikir dan setuju dengan kualitas lebih rendah.Perlu diaudit berapa negara mengeluarkan anggaran untuk pembuatan tabung ini,siapa yang memesan,dan siapa rekanan yang memborong.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa proyek-proyek negara menggunakan bahanbahan yang sering disunat, tetapi memiliki harga yang tinggi.Hal ini perlu diaudit bukan hanya audit akuntansi,tetapi audit spesifikasi. Di samping tabung gas, ternyata aksesori memainkan peranan penting dalam berbagai kebakaran. Yang aneh, pemerintah pasang iklan untuk menggunakan produk ber-SNI dengan ciri-ciri yang cukup rumit. Masih ditambah harus berhati-hati karena logo SNI bisa juga tidak asli.

Bagaimana mungkin untuk hal yang menyangkut keselamatan rakyat, pemerintah menghimbau atau beriklan seperti halnya salah satu dari belantara iklan para penjual? Pemerintah sama sekali bukan organisasi penjual atau penghimbau sehingga dengan alasan demokrasi ekonomi seolah rakyat harus menentukan sendiri.

Tentu saja hal tersebut menjadi beban berat rakyat, pemakai tabung umumnya kelompok miskin dan banyak yang asing terhadap tabung gas,ditambah harus mengenali ciri-ciri yang rumit, bahkan yang hanya bisa dideteksi lewat laboratorium. Deteksi seperti itu adalah tugas pemerintah dan hanya pemerintah yang memiliki SDM dan kemampuan untuk itu. Pemerintah harus melarang produk-produk berbahaya yang beredar yang tidak standar dan menghukum penjualnya apabila membandel.

Pemerintah harus dapat menjamin keamanan semua produk yang beredar di publik apakah itu industri penerbangan, aksesori tabung gas, dan yang luas beredar industri makanan. Di mana pun rakyat membeli harus merasa aman bahwa keselamatannya terlindungi dari produk yang dikonsumsi. Sudah waktunya hal seperti ini menjadi paradigma penyelenggaraan pemerintah, supaya ke depan kehidupan kita lebih berkualitas.

Pemerintah tidak dapat hanya menghimbau dan memberi peringatan bahan atau alat berbahaya. Hanya pemerintah yang memungkinkan memiliki laboratorium dan yang dapat melarang barang-barang tak layak konsumsi. Rakyat dengan tingkat pendapatan yang menghimpit dan tingkat pengetahuan yang kurang tentu saja memilih aksesori yang murah.

Dalam kasus aksesori tabung gas hendaknya diciptakan mekanisme penggantian wajib karena jika diserahkan pada keputusan pribadi dan menyebabkan kebakaran, hal itu merugikan publik di mana rumah-rumah dibangun berdesakan. Bahkan budaya dan tingkat pengetahuan rakyat hendaknya mendorong para insinyur mendesain tabung gas yang menyatu dengan aksesori sehingga stasiun pengisian selalu dapat mendeteksi kelayakannya.

Akhirnya,adalah salah apabila memahami demokrasi dan hak asasi, hak menjual, hak membeli semuanya merupakan keputusan privat. Kalau begini, demokrasi ekonomi yang dibangun menjurus menjadi anarkisme ekonomi yang sangat berbahaya.(*)

Prof Bambang Setiaji
Rektor Univ Muhammadiyah
Surakarta

Read More......

Memperkokoh Pendidikan pada Seabad Muhammadiyah

Prof.Bambang Setiaji (Rektor Univ Muhammdiyah Surakarta)

Sekolah merupakan amal usaha utama persyarikatan Muhammadiyah yang sejak semula merupakan pilihan Kiyai Haji Ahmad Dahlan sebagai wahana perjuangan memajukan bangsa sementara tokoh pergerakan lain mencoba melalui jalur politik dan ekonomi. Pada periode dekade pertama abad 20 gerakan-gerakan politik mulai dibangun menggantikan pemberontakan bersenjata yang dilakukan secara sporadis sepanjang masa kolonial. Demikian juga gerakan ekonomi juga dilakukan melalui asosiasi atau persyarikatan dagang seperti misalnya Syarikat Dagang Islam (SDI) yang juga dilakukan untuk mengimbangi firma dagang VOC.
Gerakan Islam tradisional dilakukan melalui bentuk pendidikan pesantren yang hanya mempelajari ilmu agama. Belanda sendiri melaksanakan pendidikan secara diskriminatif. Pendidikan yang berkualitas diperuntukkan untuk keluarga Belanda di Indonesia dan juga anak pejabat atau bangsawan pribumi. Sementara itu untuk rakyat, pemerintah Hindia Belanda membuat sekolah untuk rakyat dan sekolah pedesaan. Sekolah kualitas dua didesign oleh pemerintah kolonial untuk memperoleh tenaga kerja murah yang bisa bahasa Belanda baik di perkebunan-perkebunan dan di kantor-kantor pemerintah.
K.H. Ahmad Dahlan membuat dua koreksi sekaligus, pertama beliau menyadari bahwa dunia Islam sangat tertinggal dibanding Barat yang disebabkan oleh ketertinggalan umat Islam dalam bidang sains dan teknologi. Dan kedua beliau ingin memperbanyak sekolah Barat yang berkualitas yang pada waktu itu hanya bisa dinikmati oleh keluarga belanda dan bangsawan. Guru-guru beliau seperti Jamaluddin Al Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha banyak berinteraksi dengan Barat bahkan tinggal di berbagai negara Barat. Inspirator beliau ini membuka cakrawala perlunya mengejar ketertinggalan dengan Barat yang bersumber dari penguasaan sains dan teknologi yang keduanya disadari KH Ahmad Dahlan tidak bertentangan dengan Islam. Bahkan karya-karya ulama klasik sudah sangat maju dibanding kemajuan Barat pada praperadabannya, sedangkan perdaban dan kemajuan dunia Islam melorot pada saat itu sampai sekarang. Memperbanyak sekolah mirip sekolah pemerintah Belanda yang lebih berkualitas dengan tidak meninggalkan mata pelajaran Islam untuk memberi kesempatan kepada pribumi muslim merupakan salah satu alasan keberadaan awal pendidikan Muhammadiyah.
Pada saat merdeka pemerintah tentu saja tujuan pendidikan berbeda 180 derajat dibanding tujuan pendidikan pemerintah kolonial. Sesuai apa yang dicita-citakan dalam konstitusi dan serangkaian undang-undang, perhatian kepada pendidikan terus meningkat dari orde lama, orde baru dan mencapai puncaknya pada saat reformasi ketika dalam amandemen UUD 1945 ditetapkan anggaran 20 persen untuk pendidkikan, disusul lahirnya undang-undang no 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dan undang-undang no 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen.
Pada fase pertama, kesibukan revolusi politik dan pengakuan eksistensi NKRI di era Soekarno, keterbatasan anggaran, politik berdirikari serta ekonomi terpimpin sangat tidak disukai Barat, menghasilkan suatu masa prihatin. Perhatian kepada pendidikan pada era seperti itu tentu saja sangat terbatas. Muhammadiyah mengambil peran dari keterbatasan pemerintah dengan membangun berbagai institusi pendidikan sampai di kecamatan-kecataman untuk tingkat lanjutan peratama dan sampai desa-desa untuk madrasah ibtidaiyah atau sekolah dasar. Apabila pemerintah Belanda membatasi akses anak-anak pribumi (muslim) untuk memperoleh sekolah berkualitas karena adanya politik diskriminatif, dan Muhammadiyah membuatkan sekolah itu, maka pada era Soekarno dan era awal Soeharto, Muhammadiyah berperan menyediakan pendidikan setara milik pemerintah karena keterbatasan negara.
Perhatian Soeharto kepada pendidikan mulai meningkat seiring dengan perbaikan ekonomi yang dilaksanakan dengan membuka akses bagi modal dan manajemen asing. Akan tetapi cara berpikir dikotomik yang menempatkan pendidikan Muhammadiyah sebagai pesaing, di mana pada saat itu pendidikan Muhammadiyah masih dicurigai sebagai mengajarkan yang kurang pas dengan pemerintah, maka pendirian sekolah baru banyak menggusur keberadaan sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Pada saat reformasi kesadaran pendidikan makin baik bahwa aset nasional akan pendidikan meliputi baik sekolah milik pemerintah dan juga sekolah swasta terutama yang bersifat nirlaba. Undang-undang sisdiknas, dan undang-undang guru dan dosen memungkinkan institusi swasta memperoleh pendanaan dan menjalankan program pemerintah di bidang pendidikan. Hanya saja, tetap dirasakan sampai sekarang dikotomi negeri dan swasta tidak atau belum bisa lepas sempurna. Terdapat suatu konvensi bahwa program-program pendidikan pemerintah harus dilakukan oleh sekolah negeri lebih dahulu, baru apabila terdapat kelebihan kapasitas, maka institusi swasta bisa mendapatkannya.
Era reformasi merupakan era yang secara ekonomi dan sosial mengalami keterbukaan yang luar biasa. Di bidang ekonomi produk-produk asing membanjiri pasar domestik dan menyerap daya beli yang sebenarnya masih sangat terbatas. Perusahaan-perusahaan asing mengekploitasi sumber-sumber vital yang penting di bidang pertambangan, industri keuangan, dan industri telekomunikasi yang kesemuanya relatif padat kapital dan teknologi. Sedangkan untuk industri rendah kapital dan rendah teknologi orang atau perusahaan asing masuk membawa manajemen dan informasi pasar lebih baik. Hal ini terlihat misalnya pada industri kayu yang sangat penting sebagai lapangan kerja kelas menengah pribumi. Modal asing ditanamankan pada sekitar sepuluh persen perusahan-perusahan industri pengolahan menengah dan besar yang menyebar hampir pada seluruh jenis industri. Dalam industri pengolahan persentase modal asing meningkat pada industri yang oligopilistik, menguntungkan, dan memiliki kebutuhan modal dan teknologi relatif tinggi.
Dalam bidang sosial dan budaya tentu saja tidak kalah deras pengaruh penetrasi asing pada masyarakat Indonesia. Tayangan TV dan informasi dari internet sangat kuat pengaruhnya terhadap perubahan perilaku masyarakat, kedua media itu hampir bisa dikatakan dimasuki idea asing bisa sebesar 80 persen, lebih tinggi dari modal asing yang masuk di sektor industri pengolahan dan finasial. Pada era keterbukaan seperti itu, masyarakat menjadi cemas terhadap modernitas yang begitu cepat, masyarakat berusaha untuk mewariskan jati dirinya melalui institusi pendidikan yang lebih kuat akarnya terhadap tradisi baik dalam bidang agama dan budaya.
Hal yang diuraikan di atas harus ditangkap oleh Muhammdiyah yangsebagian institusi pendidikannya masih memainkan peran sebagai jembatan keterbatasan pemerintah dalam menyediakan pendidikan berkualitas pada era kolonial dan kemerdekaan awal. Bagaimanapun anggaran pemerintah untuk menjangkau pendidikan dasar sudah relatif cukup, daya jangkau pendidikan dasar hampir 100 persen. Apabila sekolah Muhammadiyah hanya merupakan foto copy sekolah pemerintah, tidak salah jika masyarakat meninggalkan sekolah Muhammadiyah. Muhammadiyah harus menangkap kecemasan masyarakat akan keterbukaan dan modernisasi yang sangat cepat dan menformulasikan pendidikannya sebagai wahana keilmuan modern sekaligus wahana mewariskan jati diri religiusitas, budaya, dan tradisi yang kokoh melawan serbuan informasi dan modernasasi, kalau demikian perannya, ke depan masyarakat tentu masih sangat membutuhkan.


Read More......

Full Employment,PR Terbesar Pasca-Sri Mulyani


Full employment atau kesempatan kerja penuh merupakan cita-cita yang ingin dicapai setiap sistem ekonomi. Di negara maju konsep mengenai bagaimana mengatasi pengangguran merupakan isu terpenting bagi kepemimpinan nasionalnya.

Sebaliknya, di negara sedang berkembang kesempatan kerja merupakan sasaran yang lebih menjadi kepentingan silent majority yang secara ekonomi dan politik sering diabaikan. Dibanding dengan fokus hanya kepada pertumbuhan dan stabilitas, walaupun belum tentu bertentangan, kesempatan kerja merupakan sasaran yang lebih humanistik, di mana harkat dan martabat rakyat banyak lebih diperhatikan. Dengan memfokuskan program ekonomi yang lebih langsung kepada kesempatan kerja, maka rakyat banyak akan mendapatkan upah dan dengan itu kebutuhan dapat dipenuhi dan tingkat kemiskinan akan menurun. Sementara ini, evaluasi terhadap ekonomi nasional masih ditekankan pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang bagaimanapun, dalam percaturan global kita, hanya berperan sebagai pelengkap kemakmuran negara inti di pusat-pusat modal mengendalikan ekonomi dunia.
Di negara inti sendiri,sedikit saja pengangguran meningkat, mereka tidak akan tahan dan dengan cepat melakukan kebijakan intervensi. Sukses Menkeu Sri Mulyani Indrawati (SMI) dalam menstabilkan ekonomi Indonesia di tengah krisis keuangan global yang berepisentrum di Amerika Serikat, membawanya kepada predikat menteri keuangan terbaik dan membawanya ke jabatan baru sebagai direktur pelaksana bank dunia.Kepergian SMI diharapkan menjadi win-win solution bagi kebuntuan hubungan antara pemerintah dan DPR. Mobilitas SMI ke bank dunia juga menunjukkan loyalitas mazhab ekonominya.
Mazhab Ekonomi
Dalam skenario hubungan ekonomi dunia sekarang,negara ketiga dijadikan sumber pasokan energi dan bahan dasar di satu sisi serta sebagai pasar di sisi lain. Negara peserta berada dalam keadaan keseimbangan ekonomi globalnya yang dicapai dengan pengangguran yang tinggi.Pertumbuhannya merupakan kantong-kantong tertutup yang berhubungan baik dengan negara inti serta pengangguran yang besar di lingkaran luarnya. Mazhab ekonomi dunia sekarang mengizinkan intervensi terhadap lingkaran pertama, yaitu industri modal dan keuangan.
Secara tidak langsung kebijakan di bidang keuangan dan modal mencukupi untuk mengatasi pengangguran yang sebenarnya relatif rendah di negara inti. Intervensi yang lebih jauh misalnya untuk secara langsung ke layerkedua yaitu mengatasi pengangguran yang lebih konkret bukan merupakan mazhab ekonomi di negara inti,malangnya kebijakan ini diikuti dengan loyal oleh negara peserta yang memiliki angka pengangguran dan setengah pengangguran sangat tinggi. Kebijakan yang sama diberlakukan untuk dua keadaan yang berbeda tentu saja tidak akan pernah mencukupi. Apabila kita sepakat bahwa lapangan kerja menjadi ukuran keberhasilan ekonomi makro yang lebih penting,maka ekonomi makro kita selama ini telah gagal.
Mazhab ekonomi ini sudah dicoba hampir setengah abad sejak Orde Baru, tentu saja dengan bertahap ke arah yang makin intens dan pengangguran tidak kunjung terselesaikan.Apabila sistem ini kita lanjutkan setengah abad lagi ke depan,hasilnya tetap saja tidak akan dapat menyelesaikan masalah pengangguran. Mazhab ekonomi yang dianut sekarang menempatkan pemerintah sebagai penggembala yang bertugas menciptakan suatu iklim yang berisi rangsangan ekonomi, dan swasta akan merespons sedemikian rupa sesuai pertimbangan profit optimalnya.Namun,respons tersebut selama ini terbukti tidak protenaga kerja.
Sebagai contoh, kebijakan suku bunga, mendorong dana parkir yang besar di Bank Sentral,sumber dana tersebut dikoleksi dari masyarakat bahkan dari dana pemerintah sendiri. Di samping dana parkir di Bank Sentral, ditambah kredit konsumtif yang besar, menyebabkan rasio tabungan dibanding dengan pembiayaan usaha yang rendah dari sektor perbankan yang menyebabkan semakin jauhnya citacita kesempatan kerja penuh.
Lima Juta Pengusaha
Untuk mengatasi pengangguran secara langsung, misalnya lima tahun mendatang,diperlukan lima juta pengusaha mikro, kecil, menengah, dan besar.Angka lima juta diperoleh dengan asumsi rata-rata kemampuan satu pengusaha menyerap tenaga kerja antara 5 sampai 6 orang, dengan lahirnya lima juta pengusaha berbagai level tersebut diharapkan mampu menyerap 11 juta pengangguran dan 20 juta setengah pengangguran dengan pekerjaan baru.

Yang lebih penting dari sekadar perdebatan angka-angka adalah keberanian pemerintah untuk menetapkan kesempatan kerja sebagai sasaran langsung ekonomi dan menjadikannya isu dan fokus nasional.Menjadikan kesempatan kerja sebagai sasaran langsung dan fokus kebijakan ekonomi nasional akan menjadikannya bahan pembicaraan di DPR dan akan menjadi bahan evaluasi ekonomi yang mungkin membuat kisah sukses pemerintah berubah. Dengan menetapkan kesempatan kerja penuh sebagai sasaran maka mengandung implikasi munculnya pengusaha baru sebagai sasaran kebijakan ekonomi.

Diperlukan insentif suku bunga rendah untuk mendorong munculnya pengusaha baru dan juga investasi baru. Dengan mengakui betapa pentingnya pengusaha baru dan investasi baru dalam menolong rakyat yang menganggur, dalam skema pasar, diharapkan keabsahan program subsidi bunga. Misalnya, secara ekstrem seluruh suku bunga bank disubsidi negara dan pengusaha baru menikmati bunga nol persen, ini artinya semua rencana bisnis dapat direalisir. Buruh baru akan direkrut dan dari upah yang diperoleh akan menjadi permintaan tambahan hasil produksi yang baru. Pasar merupakan masalah yang paling penting bagi kelangsungan semua usaha.

Dengan hanya menanggung subsidi suku bunga, pemerintah untuk menghasilkan pengusaha baru tidak perlukan anggaran yang terlalu besar karena modal pokok tetap disediakan oleh sistem perbankan. Apabila suku bunga dalam skema ini ditetapkan 10 persen setahun dan lama pinjaman 5 tahun, maka setiap satu triliun subsidi bunga dapat menggerakkan 50 triliun investasi melalui sistem perbankan. Moral hazardkhususnya berupa kredit macet, diharapkan tidak terjadi karena yang melaksanakan skema adalah bank biasa yang bekerja berdasar prinsip kehatihatian dan manajemen risiko yang diperhitungkan dengan baik.Kebaikan- kebaikan pasar tetap digunakan dalam sistem ini kecuali hanya subsidi bunga.

Skema ini tentu akan mendapat reaksi negara inti.Oleh karenanya, diperlukan political will yang kuat serta kemerdekaan ekonomi nasional yang lebih nyata. Loyalitas kepada sistem pasar dengan membabi- buta perlu ditinjau kembali. Demikianlah pekerjaan rumah yang paling berat menkeu pengganti SMI.(*)

Prof Bambang Setiaji
Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta

Read More......

Manajemen Kemiskinan Kita

Prof. Bambang Setiaji
Rektor Univ Muhammadiyah Surakarta
Kelompok miskin merupakan target program dari berbagai departemen. Karena berasal dari berbagai departemen manajemen pengentasan kemiskinan sering tidak optimal atau tidak sesuai sasaran. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) sasaran penduduk miskin diperkirakan 16,6 persen atau sekitar 37 juta jiwa. Besaran penduduk miskin kalau dilihat dari persentase mungkin moderat dengan hanya 16,6 persen tetapi dari sisi jumlah absolut, penduduk miskin yang harus ditangani sebesar dua kali lipat penduduk Malaysia. Besaran ini tentu memerlukan manajemen yang kuat.


Para ekonom berbeda pendapat tentang bagaimana mengentasakan kemiskinan. Para penganut ekonomi liberal mengandalkan kebijakan makro ekonomi, pengendalian besaran moneter, suku bunga dan harga di satu sisi, serta kebijakan investasi yang dapat mengkreasikan penyerapan tenaga kerja akan memberikan dampak pengurangan kemiskinan. Dengan dapat bekerja orang miskin memiliki sumber pendapatan dari upah. Selanjutnya kestabilan moneter akan menyebabkan inflasi yang rendah sehingga dari upah tersebut orang miskin dapat survive. Di fihak lain, para penganut kebijakan ekonomi intervensi, menyatakan bahwa kebijakan makro saja tidak cukup. Intervensi negara diperlukan, hal ini bahkan dilakukan oleh negara penganut ekonomi pasar seperti Amerika Serikat dan Eropa dengan program negara kesejahteraannya (welfare state program).
Liberalisasi ekonomi kita dewasa ini sangat naïve, dengan program welfare state atau manajemen kemiskinan yang sangat lemah. Misalnya, kita semua tidak dapat memastikan bahwa orang miskin mendapat santunan negara pada waktu dan tempat yang jelas. Jika program kemiskinan ditunda 3 bulan, satu tahun, bahkan dibatalkan atau dialihkan ke bentuk lain, maka penanganan kemiskian sebenarnya nihil. Program beras miskin misalnya yang mewajibkan rakyat membeli dengan harga seribu rupiah, bagaimanapun merupakan program kemiskinan yang bersandar pasar. Siapa yang menjamin orang miskin memilki uang 20 ribu untuk membeli beras yang tentu saja tidak dapat dilayani membeli 1 atau 2 kilo?
Pada prinsipnya kita semua tidak bisa menjamin orang miskin bisa survive atau menjadi terbantu secara sistematik dengan mengandalkan bantuan negara. Bantuan kemiskinan hanya seperti kegiatan random atau durian runtuh yang tidak bisa diharapkan datangnya, makna negara dalam hal ini tidak bisa dirasakan oleh rakyat. Pada hal kalau dilihat dari APBN negara sudah mengalokasikan berbagai program untuk orang miskin, manajemen benar-benar diperlukan agar bantuan kemiskinan tersebut menjadi lebih efektif, terukur, terjadwal, dan tepat sasaran.
Mengenai sasaran itu sendiri juga perlu didefiniskan dengan undang-undang sebab jika bantuan yang reguler salah sasaran bisa menyebabkan dis insentif terhadap motivasi kerja. Bantuan tak bersyarat mestinya hanya untuk lansia dan cacat, sedang untuk keluarga muda miskin lebih baik diberi pekerjaan publik. Upah dari pekerjaan publik juga tidak boleh lebih besar dari upah di pasar, supaya orang yang datang ke pekerjaan publik hanya bersifat sementara dan tetap mencari peluang di pasar.

Sinergi Program Kemiskinan
Pengentasan kemiskinan tidak beridiri sendiri misalnya yang berada di wilayah departemen sosial. Dalam mata rencana anggaran kemiskinan 2008 dialokasikan 12,6 triliun, dengan rincian untuk pos-pos penting sebagaimana diperlihatkan olehn tabel 1.
Anggaran kemiskinan langsung terlihat sangat rendah, dibanding anggaran kemiskinan tak langsung yang meliputi. Manajemen kemiskinan kita terlihat tidak atau bukan merupakan pengejawantahan negara kesejahteraan yang menargetkan secara rutine santunan untuk sekian juta orang miskin, tetapi melalui pendekatan tak langsung yang menitik beratkan pembangunan tempat bekerja.
Tabel 1. Perbandingan Anggaran Kemiskinan Langusng dan Tidak Langsung
RAPBN 2008.

A. Anggaran Kemiskinan Langsung:
Melalui departemen Agama 6 T
melalui Menteri dalam Negeri 4,3 T
melalui Departemen PU 1,4 T
melalui depertemen sosial 2,2 T
departemen lainnya 3,1 T
B. Anggaran Tak Langung Berdampak Pengentasan Kemiskinan:
melalui pekerjaan umum, perhubungan, investasi, ekspor, pertanian dan pedesaan, perumahan rakyat dll


60,6 T

Masyarakat harus berpartisipasi melalui pasar dengan memanfaatkan fasilitas publik, pemerintah berasumsi bahwa masyarakat miskin masih dapat bersaing untuk meningkatkan ekonominya dengan memanfaatkan fasilitas publik seperti bendungan, saluran irigasi, jalan raya, bangunan/instansi publik, perumahan, dan sebagainya. Di lapangan, fasilitas ini hanya bisa dimanfatkan oleh kelompok non miskin. Hanya jika kelompok non miskin berhasil menghasilkan pekerjaan turunan, maka akhirnya orang miskin juga kebagian.
Pendidikan Murah dan Kesehatan
Harga fasilitas publik yang murah sangat membantu keluarga miskin. Pemerintah sekarang sudah mengalokasikan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang memungkinkan sekolah gratis. Beberapa daerah juga sudah mencoba melarang sekolah negeri memungut biaya tambahan dengan memberikan tambahan APBD. Keadaan ini dilematis dengan mutu sekolah, sekolah yang bagus memerlukan anggaran yang tinggi.
Pemerintah perlu menyediakan sekolah gratis untuk orang miskin berapapun yang diminta. Sekolah sekolah yang ditunjuk sebagai provider bisa sekolah negeri atau swasta yang dilarang memungut tambahan biaya. Institusi sekolah swasta yang kini hampir kolapse bisa menjadi survive dengan mendaftar menjadi provider sekolah orang miskin, tentu harus meningkatkan kualitasnya sampai standar tertentu. Masyarakat non miskin yang diperkirakan sekitar 10 persen di pedesaan, atau 20 - 30 persen di perkotaan diwadahi dengan sistem membayar ke sekolah berkualitas. Sekolah ini bisa juga dari sekolah swasta dan sekolah negeri.
Program kartu sehat untuk keluarga miskin juga sangat menolong. Walaupun sering mundur (lacking fund) rumah sakit provider sekarang dengan senang hati menerima pasien miskin. Dalam hal kesehatan yang memerlukan biaya besar, 80 persen rakyat dengan berbagai profesi setingkat guru, dosen, pamong praja, karyawan dan pekerja industri, petani dan sejenisnya, tetap menghadapi masalah berat ketika tiba-tiba bugdet keluarga terserap untuk kesehatan. Program kesehatan untuk semua sangat diperlukan.
Arisan kesehatan yang dikelola negara sangat diperlukan. Arisan/pajak merupakan dana mengalir bersama APBN dengan prinsip pays as you go, orang yang sehat memberi iur kepada yang sakit. Arisan berbeda dengan asuransi yang dibebani profit dan dikelola BUMN. Arisan itu harus sangat murah, dan lapis terbawah tetap gratis. Segala upaya harus dilakukan untuk membantu orang miskin, hal tersebut akan berdampak sangat luas kepada kelembutan moral bangsa, memberi sense kepemimpinan yang luas. Memberi - dalam psikologi - sangat menyehatkan dan menguntungkan kepribadian si pemberi, dengan demikian sebagai bangsa kita akan lebih bermakna.

Read More......

Ada Apa Dengan Mahasiswa dan Ada Apa dengan SBY?

Prof.Bambang Setiaji
Apa yang sebenarnya terjadi dengan pemerintahan presiden kita yang lama tetapi baru? Mengapa mahasiswa bergolak? Dan, terdapat tanda-tanda bahwa mahasiswa akan mengulangi gerakan typikalnya di tahun 1966 menggulingkan orde lama, 1974 menggoyang orde baru melalui gerakan mahasiswa 15 Januari, dan tahun 1998 ketika mahasiswa menggulingkan pemerintahan orde baru.
Langkah yang lamban untuk tidak mengakomodasi mahasiswa akan merugikan citra dan mendelegitimasi pemerintah yang sangat mengganggu kinerja pemerintah lima tahun ke depan. Mahasiswa adalah gerakan yang tidak terafiliasi politik dan secara objektif merupakan yang paling jernih dari kontaminasi kepentingan. Tuduhan bahwa mahasiswa terkooptasi politik justru akan membuat gap pemerintah dan mahasiswa lebih dalam.

Pemerintah sudah membuat banyak tim, komite, dan satgas, ada baiknya beberapa pimpinan mahasiswa terutama dari universitas besar seperti UI, ITB, UGM, dan yang mewakili universitas swasta misalnya dari Muhammadiyah yang memiliki jumlah perguruan tinggi lebih banyak dari pemerintah (wakil dari Muhammadiyah bisa Universitas Muhammadiyah di Surakarta atau di Malang), serta beberapa ketua BEM Universitas di Luar Jawa. Jembatan seperti ini penting untuk mendengar dengan jernih generasi muda, kemampuan mendengar itulah salah satu kelemahan periode kedua SBY yang pada awal periode dimabuk kemenangan, membuat atau menempatkan partai koalisi bertekuk lutut, dilambangkan dengan audisi menteri dan penunjukkan wapres yang begitu tegang dan dramatis.

***
Keadaan memang berbeda dari gerakan mahasiswa yang lalu. Pada 1966 dan 1998 mahasiswa menghadapi presiden yang tidak dipilih secara demokratis. Presiden Soeharto memang menyelenggarakan PEMILU setiap lima tahun, akan tetapi PEMILU tersebut dapat sepenuhnya dikendalikan oleh Soeharto melalui tentara yang diterjunkan sampai di desa-desa dengan missi memenangkan partai pemerintah. Di samping itu, Soeharto menempatkan tentara sebagai kompensasi tidak dilaksankannya hak pilihnya di Majelis Permusyawaratan Rakyat, hal mana mengamankan kedudukan Soeharto sampai 32 tahun. Presiden Soekarno memiliki kharisma sebagai proklamator, MPR mengangkatnya menjadi presiden seumur hidup. Sebaliknya, SBY hanya terlihat memiliki kemampuan keuangan dalam advertensi media elektronik dan event-event partai yang memiliki kekuatan luar biasa untuk menembus seluruh wilayah Indonesia, kekuatan SBY bukan berasal dari kekuatan totaliter. Bisa dikatakan SBY memperoleh kemenangan dengan market race, kekuatan pencitraan dipadukan dengan kekuatan keuangan dalam membiayai advertensi. Mengapa mahasiswa, kelompok yang relatif pro demokrasi masih juga menempatkan SBY seperti dua presiden non demokratis yang diperbandingkan?
Kegusaran mahasiswa terhadap SBY memang tidak disebabkan oleh type totalitariannya dalam wilayah politik dan kebebasan, tetapi lebih dalam masalah hukum, khususnya dalam masalah korupsi, dan masalah keberpihakan kepada kebijakan publik yang bernuansa kerakyatan. Tuntutan mahasiswa atas mundurnya Sri Mulyani dan Wapres Boediono melambangkan aspirasi mahasiswa tersebut. Duet Boediono Sri Mulayani pada awal kepimpinan kabinet baru sudah mengkampanyekan sebagai penganut intervensionis, namun seperti di lihat konsistensi kampanye tersebut tidak berlanjut begitu terpilih. Kampanye yang hanya sehangat olesan bawang tidak cukup untuk mengubah persepsi banyak kalangan bahwa duet tersebut sebagai pembawa kebijakan ekonomi yang liberal dan mempertahankan eksklusifitas sirkuit atas.
Mahasiswa, rakyat, dan ekonom yang lebih egaliter, dapat merasakan dan bahkan mengamati secara nyata, bahwa kita sedang membiarkan rakyat menyelesaikan sendiri permasalahannya dengan berlindung dibalik idiologi ekonomi, tidak boleh mengintervensi terlalu jauh, dengan pengeculian variabel makro khususnya di bidang keuangan dan perbankan. Sementara rakyat dibiarkan bergulat di sektor riil yang terlalu kompetitif dan sangat mematikan modal investasinya yang kecil dan satu-satunya serta bergulat dengan lingkaran produktifitas dan upah yang rendah. Upah buruh mungkin secara riel merosot digerogoti inflasi dengan upah minimum mayoritas di daerah kurang dari satu juta, dan upah di luar sektor formal mungkin setengahnya.
Sementara itu, dengan kekurang-mampuan mendengar, pemerintah memamerkan lambang-lambang kemewahan seperti berbicara atau merencanakan kenaikan gaji, tunjangan, fasilitas mobil mewah, dan membeli pesawat kepresidenan. BLT yang mengantarkan SBY menjadi presiden disiarkan media elektronik dengan gegap gempita menghilang begitu saja, menyebabkan rakyat seperti dikhianati dan membiarkan SBY ditentang mahasiswa. BLT semestinya dilestarikan dengan menganggarkan 2,5 persen sebagai sedekah pemerintah melalui departemen sosial. Jumlah ini akan berkisar 30 triliun yang bisa membantu rakyat secara langsung. Bantuan tersbut selanjutnya akan memperkuat permintraan uumum menghidupkan perekonomian sirkuit bawah seperti industri kecil, industri rumah tangga, industri pedesaan, sektor informal sampai di pelosok tanah air. Program riel seperti ini akan memperkokoh SBY, bahkan jika DPR menentang, dan mahasiswa juga akan secara jernih menerimanya.
***
Memang data ekonomi secara makro mungkin membaik seperti inflasi, terhindar dari krisis, dan suku bunga yang mulai menurun serta yang paling utama pertumbuhan ekonomi. Pemerintah tidak dapat mengklaim begitu saja bahwa pertumbuhan ekonomi yang masih terselamatkan di antara tiga negara Asia bersama China dan India sebagai prestasinya. Kebijakan pemerintah yang sangat pro globalisasi, perdagangan terbuka dengan China dan ekspor oriented, menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang terjadi bersifat otokorelasi. Artinya bahwa pertumbuhan yang terjadi disebabkan oleh industri kecil yang berwatak domestik dan usaha murni rakyat pada saat kemampuan dan variabel yang dipertimbangkan dalam kebiajak pemerintah berbicara lain.

Pemerintah kota dan pemerintah daerah dengan disertai kebebasan media elektronik hampir setiap hari menyiarkan penggusuran dan perampasan tanah yang sudah puluhan bahkan ratusan tahun ditempati rakyat. Kemenangan hukum formal berdasar selembar surat, keindahan kota dan obsesi menjadi setara dan sebersih dan semaju dengan kota kota dunia negara Barat sepertinya ingin dilakukan dalam semalam. Korban-korban berjatuhan dan dengan dalih otonomi, hanya menunjukkan pemerintah pusat tidak bisa mengendalikan dan mengkoordinasikan, pada hal citra dan delegitimasinya ditimpakan semuanya di pundak SBY. Pemerintah pusat masih bisa memainkan kartu penting misalnya daerah yang menggunakan pendekatan tidak manusiawi dihukum melalui dana yang turun daari pemerintah pusat yang ternyata masih merupakan anggaran mayoritas di daerah.

Read More......

Antara pasar & program kesejahteraan


Bambang Setiaji Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta

Debat calon walikota Solo yang bagi kalangan awam kelihatan kurang menarik, sebenarnya mengandung pertarungan pemikiran penting. Pasangan incumbent, Joko Widodo-FX Hadi Rudyatmo (Jo-Dy), mempertahankan program utamanya memajukan pasar dan sang penantang, Eddy Wirabhumi-Supradi Kertamenawi(Wi-Di), mengajukan program kesejahteraan atau bantuan langsung.

Dengan memajukan pasar, sebagaimana dipertahankan incumbent, Solo yang terkenal sebagai kota perdagangan dan industri akan membuka kesempatan bagi rakyat untuk memperoleh perbaikan ekonomi. Hal itu diperoleh melalui ramainya perdagangan, para pengusaha akan memperoleh keuntungan yang dapat direinvestasi yang selanjutnya memperbesar kapasitas produksi daerah dan rakyat akan memperoleh pekerjaan sebagai buruh industri dan perdagangan. Minimal rakyat akan memperoleh UMK (upah minimum kota). Dengan demikian akan membantu rakyat untuk memenuhi kebutuhan dan akhirnya keluar dari kemiskinan.

Incumbent yang kebetulan berlatar belakang pengusaha yang terbiasa mandiri dari bantuan pemerintah, sadar atau tidak sadar, terwarnai oleh latar belakang tersebut dalam pilihan programnya. Antitesis dari logika pasar adalah negara kesejahteraan (welfare state). Fungsi dan peran negara bukan hanya pada menjaga kesehatan pasar, misalnya dari praktek monopoli dan oligopoli, tetapi bertanggung jawab langsung memenuhi kebutuhan (dasar) rakyat.

Di dalam negara kesejahteraan—yang dipelopori Eropa—negara terlibat jauh dalam berbagai bantuan langsung. Amerika yang secara ideologis liberal dan kapitalistik, tahun ini memilih Obama yang membawa program welfare state—salah satunya tentang reformasi santunan kesehatan.

Program welfare state—baik di Eropa, Australia, Amerika dan negara maju lainnya—umumnya berbentuk empat pilar. Pertama, OAI (old age insurance = program pensiun) bagi para pekerja yang memenuhi pensiunnya dengan sistem asuransi dan melalui skema social security bagi masyarkat marginal yang pensiunnya bergantung dari keuangan daerah. Kedua, HI (health insurance = asuransi program kesehatan ) bagi orang yang bekerja dengan baik atau melalui medicaid bagi kelompok marginal yang juga bersumber dari keuangan daerah. Ketiga, UEI (unemployment insurance = asuransi PHK, bagi orang bekerja) dan program padanannya bagi penganggur dari dana pemerintah. Keempat, bagi para penyandang cacat berupa disability insurance (jaminan orang cacat).



Pasar saja tak cukup

Program bantuan langsung kepada rakyat di negara maju sebenarnya berideologi ekonomi pasar. Mereka menyadari terdapat orang yang tersisih dan tidak dapat berkompetisi dalam pasar. UU tentang social security ditulis pertengahan tahun 1930-an. Itulah sebabnya pasal-pasal ekonomi dan sosial banyak dirumuskan dalam UUD 1945.

Bung Hatta yang tentu saja banyak membaca literatur Eropa juga merasakan bahwa pasar tidak cukup menyelesaikan masalah sosial. Program pensiun yang diangkat oleh kubu penantang (Wi-Di) sebenarnya bukan hal baru di Eropa dan UUD 1945. Hanya saja para pemimpin ragu dengan selalu merasa bahwa uang atau anggaran masih kurang. Landasan hukum yang lebih operasional adalah disahkannya UU Jaminan Kesejahteraan Sosial pada tahun 2009 yang lalu.

Umumnya para pemimpin membandingkan anggaran negara maju yang besar dan anggaran kita yang kecil. Anggaran masih kurang, tidak memungkinkan memulai sekarang. Solo sebagai kota yang pertama kali mewacanakan social security bisa menjadi contoh. Bukan besarnya anggaran yang penting tetapi sistem yang baik. Dengan kata lain ada anggaran besar memberi besar ada anggaran kecil memberi kecil. Yang penting bangunan sistem solidaritas dan kohesifitas sosial yang tinggi .

Social security memiliki landasan nilai luhur ketika bangsa kita masih tradisional. Pada waktu itu kita kenal sambatan, gotong royong dan sebagainya. Ketika modernisasi menggantikan relasi sambatan dengan relasi berbasis uang, dan negara tidak siap menggantikannya dengan skema modern dengan alasan APBD yang kurang, maka rakyat kehilangan sesuatu.

Relasi dan sistem yang lama sudah ditinggalkan, sistem modern yang baru tidak kunjung datang. Kesalahan para pemimpin yang menolak program kesejahteraan modern yang berbasis negara, karena para birokrat berkepentingan dengan penggunaan anggaran untuk program lain. Bantuan langsung kepada rakyat kurang disukai oleh birokrasi. Mengapa? Karena dengan bantuan tidak langsung berupa proyek ini dan itu dana pemerintah akan mengucur ke birokrasinya sendiri.

Apakah antara ekonomi pasar dan program kesejahteraan langsung harus bertentangan? Jawabannya tidak demikian. Di banyak negara sekarang menyatakan sebagai ekonomi campuran. Negara pasar atau negara liberal kapitalistik juga menyelenggarakan bantuan langsung program kesejahteraan. Jika Indonesia tidak melaksanakan maka Indonesia akan terjatuh menjadi negara paling liberal dan kapitalistik di dunia.


Read More......

Seberapa Besar Seharusnya Perolehan Pajak kita ?


Prof. Bambang Setiaji (universitas Muhammadiyah Surakarta)

Kasus Gayus menimbulkan tanda tanya, apakah perilakunya anomali dari kelompoknya atau sebenarnya fenomena umum, gunung es yang muncul dipermukaan. Kasus seperti ini di masa lalu, taruhlah sebelum sistem remunerasi merupakan kasus umum. Kwik Kian Gie dalam buku putihnya menyatakan, kita tidak perlu hutang atau bisa melunasi hutang apabila dapat menertibkan pemasukan pajak yang diduga hanya masuk setengahnya. Ditambah dengan penertiban hutan dan laut, maka hutang pemerintah akan dapat dilunasi atau diturunkan dan kesejahteraan rakyat akan dapat ditingkatkan.


Perlu dicatat bahwa setelah remunerasi, pemasukan pajak memang meningkat, namun dalam persentase terhadap produk domestik bruto (PDB) persentase penerimaan negara dari pajak terlihat menurun. Peningkatan-peningkatan tersebut memberikan sinyal peningkatan kinerja direktorat jenderal pajak, tetapi mengapa menurun persentasenya terhdap PDB, menyisakan tanda tanya. Apakah jumlah pajak yang semestinya lebih besar dari yang dapat diraih. Artinya, banyak kegiatan ekonomi yang meningkat tetapi luput dari kewajiban pembayaran pajak. Marilah kita perbandingkan pemasukan pajak dibanding dengan total produksi domestik bruto di berbagai negara-negara sedang berkembang dan negara maju.
Dari tabel yang disajikan, penerimaan pemerintah baik pajak dan bukan pajak dari tahun 2003 sampai 2009 terlihat pada baris kedua tabel tersebut. Pada tahun 2003 perbandingan penerimaan negara terhadap PDB mencapai 17 persen menurun kembali pada tahun 2009 menjadi 15,5 persen, setelah meningkat pada thaun 2008. Perbandingan tahun 2008 dan tahun 2009 khusus penerimaan pajak dalam nominal sebenarnya meningkat dari 609,2 triliun rupiah menjadi 661,8 triliun rupiah, tetapi persentasenya terhadap PDB menurun dari 13,6 persen menjadi 12,1 persen. Persentase total penerimaan negara terhadap PDB pada 2009 juga menurun dari 20 persen manjadi 15,5 persen dibanding tahun 2008.
Tabel 1. Persentase Pendapatan Negara Terhadap Produk Domestik Bruto di
Berbagai Negara
Negara
Persentase Penerimaan Negara terhadap PDB

2003
2008
2009
Indonesia
17
20 (13,6)
15,5 (12,1)
Philipina
15
16 *
t.a
Pakistan
14
14 *
t.a
Mesir
25
27 *
t.a
Korea Selatan
22
25 *
t.a
AS
17
20 *
t.a
Inggris
36
38 *
t.a
Rerata Dunia
24
27 *
t.a

*) Data tahun 2007 dari World Development Indicator Bank Dunia (diakses, 5 April 2010)
Dalam kurung adalah persentase perolehan pajak terhadap PDB

Apabila dibandingkan dengan negara sedang berkembang seperti Philipina, kemampuan pemerintah dalam memperoleh penerimaan terlihat sebanding, tetapi jauh lebih baik dibanding Pakistan yang stabil pada angka 14 persen, dan lebih-lebih Bangladesh yang hanya mampu memungut 10 persen. Dibanding dengan negara Afrika Utara khususnya Mesir dan Korea Selatan terlihat jauh di belakang. Mesir mampu mengkoleksi penerimaan negara dari 25 persen menjadi 27 persen dan Korea Selatan meningkat dari 22 menjadi 25 persen.
Negara negara Eropa yang terkenal sebagai welfare state di mana negara memungut pajak yang tinggi dan memberikan berbagai jaminan kepada penduduknya yang tinggi pula, diwakili oleh Inggris dengan penerimaan negara meningkat dari 36 persen ke 38 persen dari nilai PDB. Amerika Serikan terlihat sebagai negara yang lebih liberal dengan penerimaan negara hanya 17 persen dan meningkat menjadi 20 persen. Pemerintahan Obama diduga akan meningkatkan kadar program kesejahteraan dan tentu saja akan meningkatkan persentase penerimaan negara dibanding nilai produksi seluruh penduduknya.
Memang menjadi pertanyaan kenapa penrimaan pajak kita dan penerimaan total kita menurun dalam persentase terhadap PDB? Dari tabel di atas semua negara memperlihatkan kenaikan yang konsisten. Penurunan ini sekaligus menunjukkan bahwa remunerasi tidaklah memberi efek yang signifikan. Kemampuan memungut penerimaan negara rata-rata dunia naik dari 24 persen ke 27 persen. Ini artinya pemerintah di seluruh dunia mengambil peran lebih aktif dalam aktifitas melakukan aktifitas ekonomi di luar pasar. Dengan kata lain, jika benar-benar mengucur kepada masyarakat, pemerintah di banyak negara lebih terlibat dalam program kesejahteraan warga negaranya. Amerika serikat menjadi contoh ketika pada tahun ini mensahkan reformasi undang-undang jaminan kesehatannya yang baru.
Black Economy
Kemampuan negara-negara sedang berkembang untuk mengkoleksi pajak sebagai inti dari penerimaan negara menghadapi kendala berupa besarnya kegiatan ekonomi informal dan nonformal yang transaksinya tidak tercatat dengan baik. Kegiatan kegitan ini termasuk black economy, walaupun yang diproduksi dan diperdagangkan bukan merupakan barang terlarang yang membahayakan masyarakat, tetapi aktifitasnya tidak memberi dukungan terhadap penerimaan negara.
Besarnya aktifitas informal dan nonformal lambat laun menurun seiring dengan kemajuan pendidikan, modernisasi bentuk usaha, dan perubahan pola konsumsi masyarakat yang juga cenderung beralih dari produk-produk tradisional ke produk-produk yang dikelola secara modern. Menurunnya aktifitas blck economy semestinya meningkatkan kesempatan memungut pajak dan penerimaan negara pada umumnya.
Apakah Pajak Kita Sudah Sesuai ?
Seperti dunia perbankan yang memberi target kepada para pegawai, direktorat pajak juga mengkaitkan target dan remunerasi. Akibatnya ketika target tercapai, maka usaha memungut pajak diturunkan atau dihentikan. Sistem target juga seringkali menyebabkan kemajuan yang ditunda, misalnya jika ditargetkan tahun ini sejumlah X rupiah, pada waktu tercapai cenderung dihentikan supaya ditahun depan masih ada potensi untuk meningkatkan. Apabila target tahun ini tercapai, umumnya tahun depan ditentukan target baru yang lebih tinggi. Target dalam rupiah yang tercapai mungkin sebenarnya belum sesuai dengan aktifitas ekonomi riel yang berkembang yang bagaimanapun secara hukum harus dipungut pajak.
Mengkaitkan penurunan persentase pajak terhadap PDB dikaitkan dengan tercapainya target pemasukan adalah pikiran positif. Sedangkan jika mengkaitkannya dengan aktifitas Gayus atau sekelompok perilaku yang sama, merupakan pikiran negatif atau pikiran waspada. Jangan-jangan sebagian dari aktifitas ekonomi juga tidak dipajaki sebagaimana mestinya dengan jalan membagi sisanya untuk wajib pajak dan pemungut pajak. Kasus Gayus memang harus dituntaskan dan perbaikan serta reformasi di instansi terkait seperti di Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman menuntut hal serupa.





Read More......

ANGGARAN DAN KEMISKINAN


Prof Bambang Setiaji
Rektor Univ Muhammadiyah Surakarta)

Di tengah kemelut bank Century yang menyedot begitu banyak energi nasional kita dilupakan dengan kenaikan harga kebutuhan pokok akhir-akhir ini khususnya beras dan gula yang meningkat antara 15 sampai 20 persen. Hal ini tentu menyebabkan jumlah penduduk miskin meningkat lagi. Pada tahun 2009 sebenarnya penduduk miskin sudah menurun menjadi sebesar 32,5 juta atau 14,15 persen, dibandingkan dengan tahun 2008 yang berjumlah 35 juta atau 15,5 persen.

Ciri-ciri peningkatan tersebut terlihat ketika masyarakat mensubtitusi kebutuhan pokoknya dengan bahan inferior seperti ubi-ubian, khususnya di pedesaan yang merupakan lokasi penduduk miskin terbesar. Subtitusi menjadi ubi-ubian sebenarnya tidak salah dan merupakan hal yang perlu didorong untuk menghilangkan ketergantungan kepada beras, namun karena kualitas pengolahan yang kurang, menyebabkan inferioritas dan menyebabkan menurunnya kepuasan dan perasaan menjadi lebih miskin. Pangan, memang masih merupakan belanja utama kelompok miskin yang menyedot sampai hampir 74 pengeluaran. Besarnya anggaran pangan sekaligus menyebabkan rendahnya kualitas perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatannya.

Alokasi Aggaran Kemiskinan

Seiring peningkatan APBN yang pesat yang merupakan sukses peningkatan pendapatan dari sektor pajak, anggaran pengentasan kemiskinan dalam empat tahun terakhir juga meningkat hingga tiga kali lipat, dari 23 triliun pada tahun 2005 menjadi 66,2 triliun pada tahun 2009 yang lalu. Tahun ini pemerintah berencana memngeluarkan berbagai pos yang dapat dikategorikan sebagai dana kemiskinan sampai 94 triliun. Dari jumlah itu pengeluaran yang berbentuk charity atau bantuan langsung sebesar 60 triliun. Dana tersebut akan dipergunakan antara lain program beasiswa bagi 20.000 siswa, bantuan internet bagi 7.500 sekolah, dan bantuan beras bagi 17,5 juta warga miskin berbentuk penjualan beras murah. Selanjutnya, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dengan anggaran sebesar 12 triliun dan dana operasional puskesmas dengan dana 10 juta per puskesmas.
Mengenai alokasi dana kemiskinan terdapat dua alternatif yang dapat dipertimbangkan, yaitu, apakah pemerintah dominan atau diberikan kebebasan kepada masyarakat untuk membelanjakannya. Jika pemerintah dominan, maka dana disampaikan dalam bentuk barang dam jasa yang ditentukan oleh pemerintah, misalnya, beras untuk pangan, internet, beasiswa untuk jasa pendidikan, dan jasa kesehatan. Pemerintah dianggap lebih mengetahui apa yang terbaik untuk rakyatnya sehingga diwujudkan dalam barang dan jasa pilihan pemerintah. Apabila masyarakat dibiarkan menentukan sendiri dengan bebas penggunaan dana kemiskinan maka masyarakat dianggap dewasa. Misalnya, pemerintah tidak menentukan beras sebagai komoditi intervensinya, maka dana kemiskinan bisa berbentuk voucher yang masyarakat dapat dengan bebas menukarkannya untuk pangan yang lain, misalnya ubi, jagung, atau bahkan roti atau gandum. Voucher pangan relatif lebih baik dan mudah administrasinya karena pemerintah tidak perlu melakukan pengadaan pangan yang sangat rawan. Sistem buffer stock komoditi ini telah memakan banyak korban dengan memenjarakan banyak pejabat tertinggi di institusi ini. Lebih banyak pejabat tertinggi Bulog yang berakhir di penjara daripada yang mulus. Hal ini tentu disebabkan oleh sistem yang sangat rawan.
Dengan memberikan bentuk voucher maka peran Bulog bisa berubah menjadi BUMN yang bertugas menjaga keseimbangan supplay dan demand pangan pada harga pasar yang diharapkan. Harga beras yang meningkat sebenarnya tidak terlalu salah, karena hal itu akan memberi insentif bagi petani yang selama ini mengalami defisit atau kerugian secara bisnis. Selisih harga jual dikurangi biaya produksi sangat minim dan hal itu disebabkan oleh tidak diperhitungkannya upahnya sendiri. Kenaikan harga beras bagaimanapun memberi ruang yang lebih baik bagi petani untuk meningkatkan pendapatannya.
Demikian juga voucher pendidikan, dapat dipakai oleh siswa pergi ke insritusi pendidikan di mana saja yang mereka mau. Institusi pendidikan swasta menampung setengah dari generasi muda. Institusi ini diwajibkan bersaing dengan institusi negeri yang didukung oleh pemerintah. Kenyataannya institusi pendidikan swasta dilaksanakan oleh yayasan yang berasal dari swadaya masyarakat yang tidak bisa dibilang kaya, sebut saja dua penyelenggara pendidikan terbesar yaitu Muhammdiyah dan NU. Anggaran pendidikan swasta umumnya sangat rendah dan menyebabkan kualitas pendidikan dari setengah generasi muda dipertaruhkan.

BANTUAN LANGSUNG dan BATASANNYA
Jumlah penduduk miskin di Indonesia dan penduduk rawan miskin diatasnya diperkirakan empat puluh juta. Dengan memberi kebebasan kepada masyarakat untuk menentukan alokasinya maka 60 triliun anggaran kemiskinan dibagi langsung kepada 40 juta diperoleh diperoleh angka 1,5 juta per-orang per-tahun. Hal ini merupakan angka yang sangat berarti bagi penduduk miskin. Katakanlah sebuah keluarga miskin memiliki anggota keluarga 4 orang, maka perolehan per keluarga adalah 6 juta setahun atau 500 ribu sebulan. Pemberian bantuan 500 ribu sebulan dan membiarkan keluarga miskin membeli beras, gula pada harga pasar yang sedikit lebih tinggi, merupakan program yang spektakuler. Dengan cara langsung seperti ini angka kemiskinan langsung turun drastiss. Mengapa bantuan yang dipilihkan bentuknya oleh pemerintah sulit menurunkan angka kemiskinan? Hal ini disebabkan oleh birokrasi yang tidak efisien dan tidak mengena sasaran. Dengan menyajikan barang dan jasa maka sebenarnya pemerintah membayar birokrasinya sendiri dan bukan membayar orang miskin.
Diversifikasi pangan dan industri daerah diperkirakan akan tumbuh pesat dengan sistem bantuan langsung. Karena rakyat miskin akan menjadi permintaan riel dan hal itu akan memberi insentif produksi. Yang menjadi persoalan adalah siapa yang berhak menerima dana kemiskinan yang diusulkamn berbentuk voucher tersebut? Pengalaman yang panjang kita memperlihatkan kerancuan di mana banyak orang yang tidak berhak atau tidak layak ikut menerima berbagai bantuan. Hal ini perlu dirumuskan dengan formula yang lebih operasional. Umur pensiun yang dapat ditetapkan mialnya 5 tahun di bawah harapan hidup, dapat dijadikan patokan untuk dasar pembagian dan mudah diamati dan diadministrasi, ditambah adanya anak-anak yang lahir sampai umur tertentu yang rawan pertumbuhan. Variabel umur mulai masuk pensiun dan variabel umur akhir santunan bagi bayi ditambah kelompok orang difable yang bersifat fixed, dapat disimulasikan sampai ketemu 40 juta penerima. Formulasi itu kemudian menjadi rumus atau formulasi nasional yang ditetapkan dengan undang-undang dan dibackup dengan administrasi yang makin tahun harus makin baik.
Penanganan kemiskinan tidak perlu menunggu kita menjadi kaya, karena yang lebih penting dari program ini adalah munculnya solidaritas nasional kepedulian dan sistem nasional yang makin mapan ke depan. Pada tahun-tahun awal tentulah terdapat banyak masalah dengan sistem voucher atau bantuan langsung ini, oleh sebab itu ada baiknya melibatkan perbankan yang akan saling memperkuat industri yang satu ini.

Read More......

Jalan Panjang Pemakzulan Ekonomi Neolib


Prof. Bambang Setiaji
Sejak semula sasaran tembak Pansus adalah dua arsitek ekonomi terpenting Prof. Budiono dan Dr. Sri Mulyani yang kredibiltas pribadi dan keahlian keduanya tidak diragukan. Keduanya merupakan kader terbaik dari dua universitas paling terkemuka di negeri ini. Bank Century jelas mengandung masalah moral hazard dari fihak manajamen. Walaupun secara pribadi kedua ahli diyakini integritasnya, pasal pasal tentang menfasilitasi tindak pidana fihak ketiga atau memperkaya orang lain mungkin menjadi sandungan.

Protes kepada kebijakan bailout sebenarnya tidak hanya bersumber kepada masalah hukum. Suara dan gerakan panjang sudah dibangun melawan politik ekonomi yang populer dikalangan pergerakan disebut sebagai neolib. Idiom neolib menjadi issue sentral ekonom tertentu yang umumnya merupakan kelompok terpinggirkan, untuk menyebut beberapa tokoh, antara lain Sritua Arif (alm) terakhir di UM Solo, Sri Edy Swasono (UI), Mubyaro (alm) dan Revrisond Baswir (UGM), yang bekerja di pusat riset yang sangat aktif antara lain Hendri Saparini, tokoh-tokoh kritis seperti Amin Rais dengan ketidaksetujuannya terhadap peran ekonomi asing seperti kontrak Freeport dan penjualan Indosat, dan juga kelompok Indonesia Bangkit jaringan mantan menteri Adi Sasono dengan tema ketergantungan ekonomi yang sejak lama diungkapkan, serta jangan lupa mantan menteri kesehatan Siti Fadhilah Supari dengan buku best sellernya yang mengaitkan lalu lintas virus dengan keuntungan farmasi asing. Menyebut tokoh tokoh yang berserakan di atas mengambarkan betapa luas dan mendalamnya para penentang ekonomi neolib. Di dunia pergerakan, anti neolib disuarakan oleh banyak LSM. INFID, untuk menyebut salah satunya, menerbitkan banyak buku yang konsisten mengganyang ekonomi Neolib.
Barisan konseptual alternatif bergabung dalam Ikatan Ahli Ekonomi Islam dan Masyarakat Ekonomi Syariah (dipimpin oleh Mulyawan Hadad BI), dengan bank syariahnya yang mengharamkan derivatif, investasi dari uang mendapat uang, dan sebagai gantinya harus uang ke sektor riel. Dalam barisan ini terdapat Mustofa Edwin Nasution (UI), Syofyan Syafri Harahap (Trisakti), Prof. Suroso (Erlangga), Dumairi dan Lincolin Arsyad (UGM), Anwar Abbas (UIN Jkt), serta dari kelompok profesional Adiwarman Karim, Syafei Antonio, Aris Mukti, M Syakir Sula dan sederet orang muda.
Gerakan sosial keagamaan yang banyak menarik mahasiswa anti neolib paling konsisten adalah Hizbul Tahrir (HT) dengan serangkaian seminar dan penerbitan buku buku yang konsisten menganyang neolib. Hampir semua Gerakan Mahasiswa sadar dan berbicara cukup lantang mengenai hal ini, HMI, KAHMI, IMM, PMKRI, GMNI, Forkot, PRD, dan juga Kammi.
PKS sudah lama kurang setuju dengan idiologi pasar ekstrim, dan sejak lama mengkritik Sri Mulyani. PDIP dengan Soekarnonya adalah salah satu pencetus awal ideologi anti neolib di Indonesia. Gerindra dengan iklannya lebih baik membantu jutaan petani daripada subsidi kepada pengusaha kaya adalah pendatang baru yang dengan baik mengartikulasi masalah ini. Gerakan-gerakan anti neolib tentu saja berrtemu di satu titik dan berbeda dititik yang lain, kurang lebih merupakan perpaduan dari nasionalisme, islamisme, dan kelompok sosialis.
Jalan panjang dan terjal gerakan anti neolib sebenarnya suara umum silent majority di negara ketiga sebagai kelanjutan dari gerakan anti kolonialisme. Ketika mayoritas DPR mengartikulasikannya sebagai pilihan C maka dari itu rakyat mengerti dan tentu saja mengamini. Jadi skandal ini bukan hanya masalah hukum, benar atau salah, tetapi masalah cocok dan tidak cocok terhadap suatu corak ekonomi yang tepat disuarakan oleh DPR.
Hantu seperti apa Neolib?
Ekonomi neolib adalah kelanjutan dari ekonomi kolonial ketika negara negara ketiga merdeka, lembaga donor internasional dan negara maju melanjutkan hubungan ekonominya melalui kombinasi pinjaman dan penanaman modal di berbagai negara ketiga. Ketidak seimbangan kemampuan teknologi, manajemen, dan modal menyebabkan hubungan yang timpang dan mengakibatkan ketergantungan. Modal yang dipinjamkan atau ditanamkan harus dikembalikan oleh dunia ketiga dengan menjual sumber alamnya. Industri industri utama dan menguntungkan di dunia ketiga dimiliki oleh negara dari mana kapital berasal. Industri industri kotor yang banyak polusi juga direlokasi dan dijalankan di berbagai negara dengan SDM melimpah dan upah yang rendah. Negara negara maju menjadi pusat riset pengembangan teknologi dan penjadi pusat industri keuangan yang diatanamkan di berbagai negara. Di negara pusat, industri keuangan dimanjakan dengan bailout, apapun kesalahannya. Para kapitalis internasional mengetahui dengan baik isi kantong pasar pasar valuta berbagai negara berkembang dan dapat mempermainkan pasar-pasar keuangan tersebut.
Suplai uang dalam negara tertutup dirumuskan sebagai sepersekian dari pendapatan nasional. Akan tetapi, bagi negara pusat yang uangnya dapat berlaku untuk ditanamkan di berbagai negara, suplai uang tidak hanya merupakan bagian dari pendapatannya tetapi juga dari kebutuhan dunia. Ditambah dengan derivasi-derivasi sektor finansial, ekonomi menjadi menggelembung di mana terjadi ketidak sepadanan antara yang berpusar di sektor riel dan yang berpusar di sektor keuangan itu sendiri. Gelombang krisis akan terjadi, jika terdapat keseragaman harapan atau perilaku massa secara bersama-sama. Di negara pusat, krisis keuangan terjadi berulang yang merupakan bawaan dari sistemnya sendiri. Di sinilah bailout dilakukan secara berulang dan menjadi resep generik karena industri keuangan merupakan inti dari ekonomi neolib.
Logika seperti di atas kurang dikenal oleh ekonom murni. Logika tersebut seperti hantu yang tidak jelas ada dan tidaknya. Itu seperti cerita takhayul. Bahkan gerakan panjang dan berliku yang disebut di atas mungkin juga kurang dikenal. Itulah sebabnya mengapa ketika terjadi afinitas berbagai suara panjang tersebut di DPR tetap tidak bisa difahami oleh pemerintah.

Read More......

Anggaran dan Program Kemiskinan

Di tengah kemelut bailout Bank Century––yang diwarnai kericuhan memalukan dan lobi-lobi alot Pansus DPR––yang menyedot begitu banyak energi nasional, kita dibuat lupa dengan kenaikan harga kebutuhan pokok akhir-akhir ini, khususnya beras dan gula yang meningkat antara 15–20%.

Hal ini tentu menyebabkan jumlah penduduk miskin meningkat lagi.Pada 2009 sebenarnya penduduk miskin sudah menurun menjadi sebesar 32,5 juta atau 14,15% dibandingkan dengan tahun 2008 yang berjumlah 35 juta atau 15,5%. Ciri-ciri peningkatan tersebut terlihat ketika masyarakat melakukan substitusi kebutuhan pokoknya dengan bahan inferior seperti ubi-ubian, khususnya di perdesaan yang merupakan lokasi penduduk miskin terbesar.

Substitusi menjadi ubi-ubian sebenarnya tidak salah dan merupakan hal yang perlu didorong untuk menghilangkan ketergantungan pada beras,tetapi karena kualitas pengolahan yang kurang,hal itu menyebabkan inferioritas dan menurunnya kepuasan serta timbul perasaan menjadi lebih miskin. Pangan memang masih merupakan belanja utama kelompok miskin yang menyedot sampai hampir 74% pengeluaran. Besarnya anggaran pangan sekaligus menyebabkan rendahnya kualitas perumahan, sandang,pendidikan,dan kesehatannya.

Alokasi Anggaran Kemiskinan

Seiring peningkatan APBN yang pesat yang merupakan kesuksesan peningkatan pendapatan dari sektor pajak, anggaran penanggulangan kemiskinan dalam empat tahun terakhir juga meningkat hingga tiga kali lipat, dari 23 triliun pada 2005 menjadi 66,2 triliun pada 2009.Tahun ini pemerintah berencana mengeluar kan berbagai pos yang dapat dikategorikan sebagai dana kemiskinan sampai Rp94 triliun.

Dari jumlah itu, pengeluaran yang berbentuk charity atau bantuan langsung sebesar Rp60 triliun. Dana tersebut akan dipergunakan antara lain untuk program beasiswa bagi 20.000 siswa, bantuan internet bagi 7.500 sekolah,dan bantuan beras bagi 17,5 juta warga miskin berbentuk penjualan beras murah. Selanjutnya, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) dengan anggaran Rp12 triliun dan dana operasional puskesmas dengan dana Rp10 juta per puskesmas.

Mengenai alokasi dana kemiskinan terdapat dua alternatif yang dapat dipertimbangkan, yaitu apa-kah pemerintah dominan atau diberikan kebebasan kepada masyarakat untuk membelanjakannya. Jika pemerintah dominan, dana disampaikan dalam bentuk barang dan jasa yang ditentukan oleh pemerintah, misalnya beras untuk pangan; internet, beasiswa untuk jasa pendidikan dan jasa kesehatan.

Pemerintah dianggap lebih mengetahui apa yang terbaik untuk rakyatnya sehingga diwujudkan dalam barang dan jasa pilihan pemerintah. Apabila masyarakat dibiarkan menentukan sendiri dengan bebas penggunaan dana kemiskinan, itu berarti masyarakat dianggap dewasa. Misalnya, pemerintah tidak menentukan beras sebagai komoditas intervensinya, maka dana kemiskinan bisa berbentuk voucher yang masyarakat dapat dengan bebas menukarkannya untuk pangan yang lain, misalnya ubi, jagung, atau bahkan roti atau gandum.

Voucher pangan relatif lebih baik dan mudah administrasinya karena pemerintah tidak perlu melakukan pengadaan pangan yang sangat rawan. Sistem buffer stock komoditas ini telah memakan banyak korban dengan memenjarakan banyak pejabat tertinggi di institusi ini.Lebih banyak pejabat tertinggi Bulog yang berakhir di penjara daripada yang mulus.Hal ini tentu disebabkan oleh sistem yang sangat rawan.

Dengan memberikan bentuk voucher, peran Bulog bisa berubah menjadi BUMN yang bertugas menjaga keseimbangan supply dan demand pangan pada harga pasar yang diharapkan.Harga beras yang meningkat sebenarnya tidak terlalu salah karena hal itu akan memberi insentif bagi petani yang selama ini mengalami defisit atau kerugian secara bisnis.

Selisih harga jual dikurangi biaya produksi sangat minim dan hal itu disebabkan oleh tidak diperhitungkan nya upah sendiri.Kenaikan harga beras bagaimanapun memberi ruang yang lebih baik bagi petani untuk meningkatkan pendapatannya. Demikian juga voucher pendidikan, dapat dipakai oleh siswa pergi ke institusi pendidikan di mana saja yang mereka mau.

Institusi pendidikan swasta menampung setengah dari generasi muda. Institusi ini diwajibkan bersaing dengan institusi negeri yang didukung pemerintah. Kenyataannya institusi pendidikan swasta dilaksanakan oleh yayasan yang berasal dari swadaya masyarakat yang tidak bisa dibilang kaya, sebut saja dua penyelenggara pendidikan terbesar, yaitu Muhammadiyah dan NU.Anggaran pendidikan swasta umumnya sangat rendah dan menyebabkan kualitas pendidikan dari setengah generasi muda dipertaruhkan.

Bantuan Langsung dan Batasannya

Jumlah penduduk miskin di Indonesia dan penduduk rawan miskin di atasnya diperkira kan 40 juta. Dengan memberi kebebasan kepada masyarakat untuk menentukan alokasinya,maka dari Rp60 triliun anggaran kemiskinan yang dibagi langsung kepada 40 juta penduduk diperoleh angka Rp1,5 juta per orang per tahun. Hal ini merupakan angka yang sangat berarti bagi penduduk miskin.

Katakanlah sebuah keluarga miskin memiliki anggota keluarga 4 orang,maka perolehan per keluarga adalah Rp6 juta setahun atau Rp500.000 sebulan. Pemberian bantuan Rp500.000 sebulan dan membiarkan keluarga miskin membeli beras, gula pada harga pasar yang sedikit lebih tinggi merupakan program yang spektakuler.Dengan cara langsung seperti itu, angka kemiskinan langsung turun drastis.

Mengapa bantuan yang dipilihkan bentuknya oleh pemerintah sulit menurunkan angka kemiskinan? Hal ini disebabkan birokrasi yang tidak efisien dan tidak mengena sasaran. Dengan menyajikan barang dan jasa, sebenarnya pemerintah membayar birokrasi sendiri, bukan membayar orang miskin. Diversifikasi pangan dan industri daerah diperkirakan akan tumbuh pesat dengan sistem bantuan langsung.

Sebab, rakyat miskin akan menjadi permintaan riil dan hal itu akan memberi insentif produksi. Yang menjadi persoalan adalah siapa yang berhak menerima dana kemiskinan yang diusulkan berbentuk voucher tersebut? Pengalaman yang panjang kita memperlihatkan kerancuan di mana banyak orang yang tidak berhak atau tidak layak ikut menerima berbagai bantuan.

Hal ini perlu dirumuskan dengan formula yang lebih operasional.Umur pensiun yang dapat ditetapkan, misalnya 5 tahun di bawah harapan hidup,dapat dijadikan patokan untuk dasar pembagian dan mudah diamati serta diadministrasi, ditambah adanya anak-anak yang lahir sampai umur tertentu yang rawan pertumbuhan.

Variabel umur mulai masuk pensiun dan variabel umur akhir santunan bagi bayi ditambah kelompok orang difable yang bersifat fixed dapat disimulasikan sampai ketemu 40 juta penerima. Formulasi itu kemudian menjadi rumus atau formulasi nasional yang ditetapkan dengan undang-undang dan di-backup dengan administrasi yang makin tahun harus makin baik.

Penanganan kemiskinan tidak perlu menunggu kita menjadi kaya karena yang lebih penting dari program ini adalah munculnya solidaritas nasional kepedulian dan sistem nasional yang makin mapan ke depan. Pada tahun-tahun awal tentulah terdapat banyak masalah dengan sistem voucher atau bantuan langsung ini, oleh sebab itu ada baiknya melibatkan perbankan yang akan saling memperkuat industri yang satu ini.(*)

Prof Bambang Setiaji
Rektor Universitas
Muhammadiyah Surakarta




Read More......

Anggaran dan Program Kemiskinan




Read More......
 

different paths

college campus lawn

wires in front of sky

aerial perspective

clouds

clouds over the highway

The Poultney Inn

apartment for rent