Prof. Bambang Setiaji

Rektor Univ Muhammadiyah Surakarta

More About Me...

Lahir di Pacitan, 24 Desember 1956 dari pasangan ibu bernama Tentrem dan ayah bernama Harsono (alm) seorang guru dan Kepala Sekolah SD Tulakan Pacitan. Kakek juga seorang guru dan kepala sekolah dengan gaya pendidikan warisan pemerintahan kolonial yang khas.

Assalamu' alaikum..

Selamat datang di website ini. Blog ini berisi gagsan kami yg dipublikasi di koran, buku, dan bahan kuliah. Web ini dibuat oleh keponakan saya Bukhori, saya ucapkan terima kasih atas bantuannya. Selamat menjelajah!

Apakah Harus Malu disebut sebagai Negara Pembantu

Prof. Bambang Setiaji Dalam kesempatan berkunjung ke Timur Tengah, penulis terkejut melihat kenyataan hampir 300an tenaga kerja wanita (TKW) melarikan diri dari rumah majikan dengan berbagai persoalan dan latar belakang yang berbeda dan akhirnya ditampung berdesakkan di ruang bawah di KBRI setempat. Ruang itu sendiri tidak terlalu luas, dan tidak manusiawi, tetapi apa boleh buat. Kemampuan KBRI menjamu dan memulangkan para TKW tersebut juga sangat terbatas. Saat ini kita sedang moratorium pengiriman TKW ke Timur Tengah mengingat banyaknya persoalan. Duta besar juga sudah kewalahan mengurus TKW dengan pesan jangan masuk lagi ke Timur Tengah, silakan ke negara lain yang lebih maju. Duta besar juga menyatakan bersinggungan dengan TKW sangat dekat dengan kriminal. Pada saat moratorium terjadi, ternyata TKW masih berdatangan dan tentu saja dengan pelatihan baik bahasa, pengenalan budaya, dan ketrampilan mengurus rumah tangga yang makin kurang karena ilegal. Kontrak antara pengirim dan majikan juga tidak jelas, pikiran buruk kita berkata jangan jangan kontraknya menempatkan TKW sangat tidak menguntungkan, misalnya menyerupai budak belian. Keberadaah TKW diasumsikan atau dipersepsi sebagai menjatuhkan citra bangsa, sehingga turis tidak datang dan lebih lebih untuk belajar ke perguruan tinggi di Indonesia yang beberapa sebenarnya sangat bagus dan berkualitas. Itu semua adala asumsi dan bukan merupakan hasil penelitian yang representatif. Bekerja Sebagai Hak Asasi Bekerja merupakan hak asasi yang harus dipenuhi, bahkan negara sebenarnya berkewajiban menyediakan lapangan kerja yang layak sebagaiamana amanat konstitusi. Faktor faktor pendorong terutama ketatnya persaingan untuk memeroleh pekerjaan di dalam negeri disertai tanah pertanian yang diwaris makin lama makin kecil misalnya hanya 0,1 hektar, jelas tidak bisa untuk menghidupi sebuah keluaraga. Tenaga kerja wanita bahkan banyak di antaranya seorang ibu rela meninggalkan suami dan anak anaknya untuk mengadu nasib di negeri yag gersang, keras, dan jauh baik secara phisik dan budaya. Namun, bekerja adalah hak asasi di tambah kesulitan mencari peluang di dalam negeri dan juga rendahnya upah di dalam negeri, bekerja ikegalpun terpaksa menjadi pilihan. Dan kalau ini menjadi pilihan, sangat potensial menjadi permasalahan yang membebani KBRI setempat. Tidak ada jalan lain untuk membantu TKW sebaiknya mereka di latih kembali serta didisiplinkan dan diberi perlindungan. Untuk memperbaiki kontrak dan pelaksanaannya yang tidak jelas maka kontrak harus dibuat lebih formal. Kecuali TKW yang dididik dan diformalkan, para pengguna di negara yang kurang berkembang seperti di Timur Tengah, Malaysia, dan Singapura juga perlu dididik cara cara menggunakan tenaga kerja bahkan di dalam negeri juga perlu di edukasi dengan undang undang. Kontrak yang lebih formal ini terutama mengangkut hak dan mewajiban serta diskripsi tugas serta batasan jam kerja yang jelas. Di negara maju, TKW dihormati sebagai pekerjaan yang layak, yang disebut home care yang umumnya dilakaukan secara part time yaitu sebagai pekerja rumah tangga ketika tuan rumah pergi bekerja. Mahasiswa doktor Indonesia banyak yang melakukan lekerjaan home care tersebut. Industri Pembantu Rumah Tangga Dengan profesionalisasi, kita tidak perlu malu untuk disebut sebagai negara supplier pembantu, caranya adalah dengan memaksakan kontrak formal, memakai uniform yang memberi image sebagai pekerja profesional, jam kerja yang jelas dan harus pulang ke rumah bersama yang wajib diadakan oleh PJTKI. PJTKI juga wajib menyediakan mobil antar jemput untuk kota kota yang angkutan umumnya belum berkembang. Para pengguna juga harus memperoleh pencerahan atau pemberadaban. Pemerintah setempat tentu juga tidak suka disebut memiliki keluarga keluarga yang memperlukan pekerja dengan perlakuan kurang beradab. Hal itu akan memberi image negara yang masih melegalkan praktek yang mendekati perbudakan. Problem problem TKW bukan hanya mencoreng negara pengirim sebagai negara pembantu, tetapi bagi negara penerima juga tercoreng apabila menggunakan industrial relation standard yang rendah. Hal tersebut mencerminkan ketidak majuan atau ketidak beradaban, lebih lebih kalau dipersepsi masih melegalkan perbudakan yang tentu ingin dihindari oleh negara penerima. Mengingat keterbatasan pekerjaan di dalam negeri sementara angkatan kerja baru selalu bertambah setiap tahun dengan tingkat pendidikan makin tinggi dan makin bervariasi. Mungkin diperlukan SMK jurusan home care, mereka bisa bekerja di rumah tangga, tetapi bisa juga ke bagian tertentu di perhotelan. Dengan mengirim TKW yang lulus SMK dengan modal bahasa yang lumayan, industri pembantu bisa menjadi penyelamat neraca perdagangan internasional yang akhir akhir ini defisit. TKW juga memiliki karier, peringjat pertama mereka yang pergi ke Malaysia, Singapura, dan Timur Tengah, peringkat atasnya pergi ke Hongkong, Taiwan, dan Korea. Peringkat atau pangkat tertinggi apabila bisa masuk ke Jepang, Australia, Eropa, dan Amerika. Di negara negara terakhir ini mereka sangat dihormati dan pemilik rumah sangat merasa berterima kasih kepada para pekerja home care. Lintas pekerjaan ke layanan hotel dan pekerjaan pekerjaan lain juga dimungkinkan setelah para TKI mengenal bahasa dan budaya setempat. TKI merupakan intruder pasar kerja, budaya, bahkan agama ke negara negara lain. TKI masih jauh lebih beruntung daripada bangsa afrika yang dibawa ke Eropa dan Amerika yang akhirnya melahirkan Presiden Obama. Dalam jangkan panjang mereka merupakan duta bangsa yang sangat menguntungkan di sama depan. Di kota kota besar di dunia selalu terdapat Chinese Town dan hal itu terbukti membawa sukses bisnis China di seluruh dunia, dan membawa China menjadi raksasa ekonomi dewasa ini. Indonesia Town atau Indonesia enclave sangat dimungkinakan di masa depan melalui pengorbanan dan perjuangan TKI yang dampak negatifnya bisa kita kurangi di era sudah menghilangnya perbudakan bahkan di era di mana negara negara tentu tidak ingin di sebut sebagai memiliki industrial relation yang buruk. Jadi kata kuncinya adalah industrikan TKW, kita formalkan, bahkan kita buat SMKnya.

0 komentar:

Posting Komentar



 

different paths

college campus lawn

wires in front of sky

aerial perspective

clouds

clouds over the highway

The Poultney Inn

apartment for rent