Prof. Bambang Setiaji

Rektor Univ Muhammadiyah Surakarta

More About Me...

Lahir di Pacitan, 24 Desember 1956 dari pasangan ibu bernama Tentrem dan ayah bernama Harsono (alm) seorang guru dan Kepala Sekolah SD Tulakan Pacitan. Kakek juga seorang guru dan kepala sekolah dengan gaya pendidikan warisan pemerintahan kolonial yang khas.

Assalamu' alaikum..

Selamat datang di website ini. Blog ini berisi gagsan kami yg dipublikasi di koran, buku, dan bahan kuliah. Web ini dibuat oleh keponakan saya Bukhori, saya ucapkan terima kasih atas bantuannya. Selamat menjelajah!

Seberapa Besar Seharusnya Perolehan Pajak kita ?


Prof. Bambang Setiaji (universitas Muhammadiyah Surakarta)

Kasus Gayus menimbulkan tanda tanya, apakah perilakunya anomali dari kelompoknya atau sebenarnya fenomena umum, gunung es yang muncul dipermukaan. Kasus seperti ini di masa lalu, taruhlah sebelum sistem remunerasi merupakan kasus umum. Kwik Kian Gie dalam buku putihnya menyatakan, kita tidak perlu hutang atau bisa melunasi hutang apabila dapat menertibkan pemasukan pajak yang diduga hanya masuk setengahnya. Ditambah dengan penertiban hutan dan laut, maka hutang pemerintah akan dapat dilunasi atau diturunkan dan kesejahteraan rakyat akan dapat ditingkatkan.


Perlu dicatat bahwa setelah remunerasi, pemasukan pajak memang meningkat, namun dalam persentase terhadap produk domestik bruto (PDB) persentase penerimaan negara dari pajak terlihat menurun. Peningkatan-peningkatan tersebut memberikan sinyal peningkatan kinerja direktorat jenderal pajak, tetapi mengapa menurun persentasenya terhdap PDB, menyisakan tanda tanya. Apakah jumlah pajak yang semestinya lebih besar dari yang dapat diraih. Artinya, banyak kegiatan ekonomi yang meningkat tetapi luput dari kewajiban pembayaran pajak. Marilah kita perbandingkan pemasukan pajak dibanding dengan total produksi domestik bruto di berbagai negara-negara sedang berkembang dan negara maju.
Dari tabel yang disajikan, penerimaan pemerintah baik pajak dan bukan pajak dari tahun 2003 sampai 2009 terlihat pada baris kedua tabel tersebut. Pada tahun 2003 perbandingan penerimaan negara terhadap PDB mencapai 17 persen menurun kembali pada tahun 2009 menjadi 15,5 persen, setelah meningkat pada thaun 2008. Perbandingan tahun 2008 dan tahun 2009 khusus penerimaan pajak dalam nominal sebenarnya meningkat dari 609,2 triliun rupiah menjadi 661,8 triliun rupiah, tetapi persentasenya terhadap PDB menurun dari 13,6 persen menjadi 12,1 persen. Persentase total penerimaan negara terhadap PDB pada 2009 juga menurun dari 20 persen manjadi 15,5 persen dibanding tahun 2008.
Tabel 1. Persentase Pendapatan Negara Terhadap Produk Domestik Bruto di
Berbagai Negara
Negara
Persentase Penerimaan Negara terhadap PDB

2003
2008
2009
Indonesia
17
20 (13,6)
15,5 (12,1)
Philipina
15
16 *
t.a
Pakistan
14
14 *
t.a
Mesir
25
27 *
t.a
Korea Selatan
22
25 *
t.a
AS
17
20 *
t.a
Inggris
36
38 *
t.a
Rerata Dunia
24
27 *
t.a

*) Data tahun 2007 dari World Development Indicator Bank Dunia (diakses, 5 April 2010)
Dalam kurung adalah persentase perolehan pajak terhadap PDB

Apabila dibandingkan dengan negara sedang berkembang seperti Philipina, kemampuan pemerintah dalam memperoleh penerimaan terlihat sebanding, tetapi jauh lebih baik dibanding Pakistan yang stabil pada angka 14 persen, dan lebih-lebih Bangladesh yang hanya mampu memungut 10 persen. Dibanding dengan negara Afrika Utara khususnya Mesir dan Korea Selatan terlihat jauh di belakang. Mesir mampu mengkoleksi penerimaan negara dari 25 persen menjadi 27 persen dan Korea Selatan meningkat dari 22 menjadi 25 persen.
Negara negara Eropa yang terkenal sebagai welfare state di mana negara memungut pajak yang tinggi dan memberikan berbagai jaminan kepada penduduknya yang tinggi pula, diwakili oleh Inggris dengan penerimaan negara meningkat dari 36 persen ke 38 persen dari nilai PDB. Amerika Serikan terlihat sebagai negara yang lebih liberal dengan penerimaan negara hanya 17 persen dan meningkat menjadi 20 persen. Pemerintahan Obama diduga akan meningkatkan kadar program kesejahteraan dan tentu saja akan meningkatkan persentase penerimaan negara dibanding nilai produksi seluruh penduduknya.
Memang menjadi pertanyaan kenapa penrimaan pajak kita dan penerimaan total kita menurun dalam persentase terhadap PDB? Dari tabel di atas semua negara memperlihatkan kenaikan yang konsisten. Penurunan ini sekaligus menunjukkan bahwa remunerasi tidaklah memberi efek yang signifikan. Kemampuan memungut penerimaan negara rata-rata dunia naik dari 24 persen ke 27 persen. Ini artinya pemerintah di seluruh dunia mengambil peran lebih aktif dalam aktifitas melakukan aktifitas ekonomi di luar pasar. Dengan kata lain, jika benar-benar mengucur kepada masyarakat, pemerintah di banyak negara lebih terlibat dalam program kesejahteraan warga negaranya. Amerika serikat menjadi contoh ketika pada tahun ini mensahkan reformasi undang-undang jaminan kesehatannya yang baru.
Black Economy
Kemampuan negara-negara sedang berkembang untuk mengkoleksi pajak sebagai inti dari penerimaan negara menghadapi kendala berupa besarnya kegiatan ekonomi informal dan nonformal yang transaksinya tidak tercatat dengan baik. Kegiatan kegitan ini termasuk black economy, walaupun yang diproduksi dan diperdagangkan bukan merupakan barang terlarang yang membahayakan masyarakat, tetapi aktifitasnya tidak memberi dukungan terhadap penerimaan negara.
Besarnya aktifitas informal dan nonformal lambat laun menurun seiring dengan kemajuan pendidikan, modernisasi bentuk usaha, dan perubahan pola konsumsi masyarakat yang juga cenderung beralih dari produk-produk tradisional ke produk-produk yang dikelola secara modern. Menurunnya aktifitas blck economy semestinya meningkatkan kesempatan memungut pajak dan penerimaan negara pada umumnya.
Apakah Pajak Kita Sudah Sesuai ?
Seperti dunia perbankan yang memberi target kepada para pegawai, direktorat pajak juga mengkaitkan target dan remunerasi. Akibatnya ketika target tercapai, maka usaha memungut pajak diturunkan atau dihentikan. Sistem target juga seringkali menyebabkan kemajuan yang ditunda, misalnya jika ditargetkan tahun ini sejumlah X rupiah, pada waktu tercapai cenderung dihentikan supaya ditahun depan masih ada potensi untuk meningkatkan. Apabila target tahun ini tercapai, umumnya tahun depan ditentukan target baru yang lebih tinggi. Target dalam rupiah yang tercapai mungkin sebenarnya belum sesuai dengan aktifitas ekonomi riel yang berkembang yang bagaimanapun secara hukum harus dipungut pajak.
Mengkaitkan penurunan persentase pajak terhadap PDB dikaitkan dengan tercapainya target pemasukan adalah pikiran positif. Sedangkan jika mengkaitkannya dengan aktifitas Gayus atau sekelompok perilaku yang sama, merupakan pikiran negatif atau pikiran waspada. Jangan-jangan sebagian dari aktifitas ekonomi juga tidak dipajaki sebagaimana mestinya dengan jalan membagi sisanya untuk wajib pajak dan pemungut pajak. Kasus Gayus memang harus dituntaskan dan perbaikan serta reformasi di instansi terkait seperti di Kepolisian, Kejaksaan, dan Kehakiman menuntut hal serupa.





0 komentar:

Posting Komentar



 

different paths

college campus lawn

wires in front of sky

aerial perspective

clouds

clouds over the highway

The Poultney Inn

apartment for rent